Kisah Pangeran Aria


(Sepotong cinta yang hilang)


Alkisah pada zaman antah-berantah hiduplah seorang pangeran tampan bernama Aria. Kita berada pada masa ketika pangeran itu sudah separuh baya. Usianya 52 tahun. Ayahnya tidak lagi memerintah kerajaan Awangga dan sudah lama meninggal. Sepeninggalan ayahnya, Aria memutuskan untuk pindah dari kota dan menetap di sebuah desa kecil bersama istrinya.

Ketampanan Aria ternyata tidak hanya menjadi buah bibir masyarakat di kota saja. Tetapi di desa kecil ini pun, Aria tetap tersohor dan dipanggil dengan sebutan "Pangeran Aria." Meski dalam usianya yang sudah separuh baya, sisa-sisa ketampanan itu masih terlihat di wajahnya.

Gadis-gadis masih memujanya. Tidak hanya dari kaum perempuan, kaum pria pun menaruh rasa senang dan hormat kepadanya. Ke mana pun dia pergi, ada saja orang yang mengaguminya, memberi dia hadiah berupa makanan dan pakaian. Semua ingin merebut perhatiannya.

Suatu hari di musim dingin yang panjang, Pangeran Aria mendapati dirinya sedang merenung sambil menatap ke luar dari jendela kamarnya. Musim dingin kali ini lebih panjang dari biasanya, dia dan istrinya hanya tinggal di rumah sepanjang hari. Istrinya Utari bahkan sakit-sakitan dan harus istirahat. Musim yang tidak lazim seperti ini memang membuat banyak orang menderita penyakit.

Tetapi tidak demikian halnya dengan Pangeran Aria. Kondisi tubuhnya masih sangat kuat meski dia sudah separuh baya. Sejak masih muda dia selalu menjaga kesehatan dan bentuk tubuhnya.

Kini saatnya pangeran tampan yang gagah perkasa ini terkunci di rumah, duduk di dekat istrinya yang terbaring sakit, dan merenung. Aria merenungkan wanita-wanita yang pernah berada dalam pelukannya. Wanita-wanita yang pernah mengisi hari-harinya. Wanita-wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya. Wanita-wanita dalam hidupnya.

Ternyata tidak banyak yang bisa diingatnya. Meski banyak sekali wanita yang menyukainya dan menawarkan diri padanya, hanya empat wanita yang meninggalkan kesan dan diingat oleh Pangeran Aria.

Yang pertama adalah Anjani. Aria masih berusia 22 tahun pada waktu itu. Tampan, cerdas, naif, dan jahat. Segala yang dimilikinya membuat dia sombong dan tidak menghargai apa pun, termasuk kekasihnya Anjani. Kekuasaan dan kekayaan juga membuatnya bisa berbuat apa saja, termasuk hal-hal yang jahat. Tetapi Anjani tetap bisa menerimanya apa adanya. Hingga saat Aria mulai banyak meninggalkannya untuk bersama wanita lain, Anjani pun memutuskan hubungan mereka.

Yang kedua adalah Dewi. Yang paling diingat Aria dari Dewi adalah kecantikannya. Usia Aria pada waktu itu sekitar 26 tahun. Dewi seorang putri bangsawan yang sangat pandai merawat dirinya. Dia juga seorang yang sangat menjaga tata krama dan memperhatikan kesopanan dalam bergaul. Meski akhirnya ketika Aria kenal dekat dengannya, dia tidak seperti apa yang ditampilkannya. Akhirnya mereka pun berpisah.

Yang ketiga Isabel. Gadis dari kerajaan seberang. Aria mengenalnya dalam sebuah acara lawatan ayahnya ke kerajaan tersebut. Aria terpesona dengan budaya mereka yang saling sangat berbeda. Aria terlihat begitu bersemangat ketika bersama Isabel, hingga dia mengira dirinya telah jatuh cinta. Padahal tidak. Dia hanya penasaran. Dia hanya terpesona dengan perbedaan yang luar biasa. Dia hanya terhibur dengan hal-hal yang semuanya baru baginya. Ketika dia menyadari hal itu, mereka pun berpisah.

Yang keempat adalah Utari, wanita yang akhirnya dinikahinya. Wanita yang dikenalnya pada usia 35 tahun, ketika ayahnya tidak lagi berkuasa. Wanita yang tidak mencari kekuasaan dan kekayaan Aria dan telah menggugah Aria dengan kebaikan hatinya. Wanita yang kini mau hidup sederhana bersamanya di desa.

Wanita yang enam tahun lebih muda dibanding Aria ini telah mengajari Aria banyak hal. Setelah Aria tidak lagi tinggal di kerajaan, Utari mengajaknya berkelana ke berbagai daerah yang indah di dunia ini. Aria belajar mengasihi makhluk-makhluk lain dan mencintai alam. Menikmati hal-hal yang sederhana.

Tetapi di luar petualangan-petualangan yang mereka lakukan, Aria merasa Utari tidak benar-benar memahami dirinya. Aria bagaikan burung elang yang selalu ingin terbang bebas dan pernikahan bukanlah sesuatu yang cocok baginya. Dia sering merasa kesepian.

Meskipun begitu, Aria bukanlah seorang yang bisa berdusta dan berselingkuh. Dia memang tidur dengan banyak wanita, tetapi tidak ada wanita yang diduakannya. Apalagi setelah dia memutuskan untuk menikah, dia tidak pernah membohongi istrinya. Meski dia seringkali merasa kesepian.

Semua itu bahkan diceritakannya kepada istrinya, semua kesepian yang dirasakannya. Tetapi Utari tidak mampu memahami Aria yang hanya ingin menjadi apa adanya. Wanita itu malah menjadi cemburu terus-menerus dengan bayangan wanita-wanita lain yang pernah singgah dalam kehidupan Aria. Aria merasa semakin kesepian.

Di saat-saat seperti itulah dia teringat akan Anjani. Wanita yang tak pernah dikasihinya. Wanita yang tak pernah dihargainya. Wanita yang diabaikannya. Tetapi telah mencintainya dengan begitu mendalam sehingga tidak mengharapkan balasan. Wanita kepada siapa dia bisa menjadi lemah, menjadi jahat, menjadi kejam, menjadi dirinya sendiri.

Ternyata untuk menyadari hal itu diperlukan waktu dan sederetan wanita lain.

Aria mengenang, meski sudah 30 tahun yang lalu, betapa mata Anjani selalu berbinar-binar ketika menatap matanya. Betapa Anjani selalu ceria dan bahagia bila bersamanya, tak peduli di mana pun mereka berada. Betapa yang diperlukan Anjani untuk tetap hidup hanya dirinya.

Anjani tidak pernah mengeluh. Dia tidak pernah meminta lebih dari yang bisa diberikan Aria. Dia memberikan Aria ruang yang seluas-luasnya untuk tumbuh, untuk mengejar segala yang ingin dicapainya. Bahkan meski itu berarti harus meninggalkan Anjani. Anjani telah mencintai Aria lebih dari dia mencintai dirinya sendiri. Dia telah mencintai Aria lebih dari Aria mencintai dirinya sendiri.

Tetapi bagaimana Aria tahu? Dia hanya seorang pemuda berusia 22 tahun.

Aria tidak menyesal, sama halnya dia tidak menyesali apa pun yang sudah terjadi. Dia tidak mencintai Anjani. Dia tidak mencintai siapa pun. Bahkan mungkin dia juga tidak mencintai dirinya sendiri. Anjani pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik.

Pangeran Aria tersenyum. Rambutnya telah memutih dan keningnya berkerut. Tetapi senyum itu tetap terlihat begitu manis.

Dia membayangkan Anjani sekarang: bersama suaminya, bergandengan berjalan-jalan di supermarket, mungkin bersama anak atau cucu mereka. Anjani masih ceria seperti dulu, wajahnya berbinar-binar. Meski rambutnya memutih dan ada keriput di wajahnya, dia tetap terlihat cantik. Karena hatinya bahagia.

Kebahagiaan yang tidak dimiliki Aria. Karena kebahagiaan seperti itu tidak bersumber dari orang lain. Tetapi dari diri sendiri.

Comments

Popular Posts