Suatu sore di bulan Juli

Dia termenung selama berjam-jam di cafe itu---seorang diri. Kesepian merambat dari kursi-kursi di cafe itu, kursi-kursi yang sendiri, meja-meja yang kosong, beberapa tempat gula yang sepi, suara beberapa orang yang bercakap-cakap di cafe itu. Musik yang mengalun membuat hatinya semakin sedih. Diana Krall. Ini musik untuk orang yang sedang jatuh cinta, kata temannya suatu waktu.

Dia melihat semua pergerakan di sekelilingnya. Mbak-mbak yang bekerja di cafe itu sedang bermain kartu. Ada pria dan wanita yang duduk berseberangan meja sedang bercakap-cakap seperti sepasang kekasih. Seorang bapak-bapak duduk seorang diri sambil membaca majalah dan merokok. Orang-orang yang berlalu lalang tak ada habisnya di depan cafe itu. Pintu mall yang terbuka otomatis. Mobil-mobil di depan pintu itu yang berhenti sejenak menjemput pemiliknya yang akan pulang. Petugas car call yang hanya terlihat sebagian.

Satu-satunya yang tidak bergerak adalah dirinya sendiri. Masih terpaku dia menatap kosong ke sekelilingnya.

Entah angin apa yang telah membawanya duduk sendiri di cafe itu. Duduk sendirian di cafe bukan hobinya, bukan kebiasaannya. Hari ini dia ingin berpikir. Dia ingin berkonsentrasi. Tetapi apa yang dipikirkannya? Mengapa begitu muram?

Dia memikirkan kebingungan yang melandanya. Apakah dia sedang bingung? Oh, dia juga tidak tahu. Dia hanya merasa kosong. Dia tidak tahu di mana dia sedang berada di dalam berbagai kontinum hidup yang dihadapinya. Dia tidak tahu ke mana dia akan pergi.

Selama ini dia selalu merasa beruntung. Ke mana pun angin membawanya di dalam hidup ini, dia seorang pemenang. Kadang dia tidak banyak berusaha---apakah karena dia tidak banyak berusaha, sehingga dia merasa sepi?---semua kebaikan hidup seolah datang begitu saja kepadanya.

Dia dikelilingi oleh orang-orang yang brilliant. Semua temannya brilliant, hanya itu kata yang bisa diberikannya pada teman-temannya. Dia merasa sangat beruntung dikelilingi orang-orang seperti teman-temannya. Semua temannya mempunyai semangat yang luar biasa, mimpi-mimpi dan ide. Dia bukan seorang yang selalu muncul dengan ide segar, tetapi dia terbiasa mengelaborasi ide yang ada. Kadang dia merasa buntu, kadang dia ingin menjadi seorang yang muncul dengan gagasan-gagasan yang luar biasa itu.

Kini dia merasa begitu terpuruk. Bahkan teman-temannya terasa begitu jauh. Mengapa bisa begini ya? Dia bosan dengan pekerjaannya, dia agak-agak jenuh dengan hidupnya yang kosong. Dia harus melakukan sesuatu. Tetapi dia tidak tahu bagaimana membagi kesunyian ini kepada teman-temannya.

Sambil mendengarkan lagu-lagu Diana Krall yang menyayat hati itu, dia semakin terbenam dalam lamunannya yang muram. "I love you...for sentimental reason," terdengar dari pengeras suara yang entah letaknya di mana di cafe itu. Oh, lagu ini jangan dihayati, batinnya. Jangan sampai dia harus menangis di cafe itu.

Tiba-tiba lamunannya membawa dia kembali ke masa kecilnya. Ke kampung halamannya. Sayang sekali tidak banyak yang bisa dikenangnya dari masa kecil dan masa remajanya. Dia ingat akan cerita temannya pada suatu hari ketika mereka sedang menunggu kereta. Temannya bercerita tentang masa SMP-nya yang dihabiskan di sebuah asrama Katolik. Betapa indahnya masa-masa itu. Dia berharap seandainya dia mempunyai masa kecil yang bisa dikenang selamanya seperti itu.

Dia tidak mempunyai masa kecil seperti itu. Bahkan dia tidak ingat apa-apa tentang masa kecilnya. Ke mana semua masa itu hilang? Mengapa dia tidak bisa menceritakan apa-apa? Hanya pelajaran-pelajaran yang selalu diunggulinya, perlombaan-perlombaan yang dimenangkannya, guru-guru yang menyayanginya. Mengapa semua itu terasa begitu membosankan?

Bila ditanya masa mana dalam hidup yang paling disukainya, dia akan selalu menjawab masa sekarang. Mengapa demikian? Karena saya sudah bekerja, saya sudah mempunyai uang sendiri, saya bisa melakukan apa saja yang saya inginkan... selalu begitu jawabnya. Sekarang dia ragu apakah begitu yang sebenarnya? Bukankah itu karena dia tidak punya ingatan yang baik akan masa lalunya?

Pernah beberapa kali mimpi benar-benar menjadi kenyataan. Dia hanya ingat beberapa peristiwa saja. Dia baru saja terbangun dari sebuah mimpi yang panjang. Sayang sekali, dia tidak bisa membagi kepada teman-temannya. Mungkin belum waktunya. Kini dia merasa kesepian.

Comments

Popular Posts