Mesin Jahit

Kalau ingat cerita orang-orang tua tentang masa lalu, khususnya pada masa tahun lima puluhan, di mana banyak orang Cina yang dipulangkan ke RRC ataupun dengan sengaja memilih pulang ke RRC dalam gelombang yang besar, ada satu hal yang menarik yang saat ini tiba-tiba mencuat dalam pikiranku. Yakni, mereka membawa bersama mereka mesin jahit.

Di antara barang-barang berharga mereka, yang paling utama ternyata adalah mesin jahit. Kepunyaan mereka kebanyakan dijual: rumah dan perabotannya, ternak dan usaha mereka; yang mereka bawa hanyalah pakaian yang secukupnya dan mesin jahit. Diceritakan bila ada yang menawar mesin jahit mereka tidak mau menjualnya. Bahkan mereka membeli mesin jahit untuk dibawa ke tanah leluhur RRC. Mengapa mesin jahit?

Ada yang bilang, karena mereka takut tidak punya pekerjaan di sana, jadi dengan mesin jahit, pasti mereka bisa mendapatkan mata pencaharian. Ada juga yang bilang, di RRC pada masa itu sedang membutuhkan banyak tenaga pabrik, khususnya untuk tekstil. Jadi mesin jahit menjadi barang yang berharga.

Ketika kakekku pertama kali datang ke Indonesia, dia pun membawa keterampilan menjahit. Meskipun dia mencari nafkah dengan berdagang, anak-anaknya dibekali keterampilan menjahit. Ayahku hidup dari menjahitkan pakaian untuk pekerja PT Timah. Ternyata mesin jahit adalah sebuah modal untuk berimigrasi ke negara yang baru.

Hikmah yang bisa dipetik dari cerita ini adalah, di mana pun kita berada, ke mana pun kita akan pergi, bila kita membawa sebuah skill yang diperlukan pada masa itu, maka kita pasti akan berhasil. Tahun lima puluhan adalah masa industrial age, maka keterampilan menjahit bisa menjamin survival seseorang. Tetapi tahun 2000-an, abad 21, adalah informational age. Keterampilan yang dibutuhkan tentu saja bukan lagi keterampilan menjahit.

Bila nenek moyang kita bisa survive berimigrasi dengan membawa sebuah mesin jahit, apa yang bisa kita bawa sebagai mesin jahit abad 21?

Comments

Popular Posts