Hari Kedua di Banda Aceh: Pantai dan Durian


Hari kedua di Banda Aceh, saya mulai mengamati lebih banyak tentang ibukota Serambi Mekkah itu. Ada satu hal yang terlewatkan kemarin. Saya lupa menambahkan, Aceh adalah daerah konflik selama bertahun-tahun. Dua tahun yang lalu saya tidak akan berani ke Aceh. Perang bisa terjadi di tengah jalan, di depan warung kopi. Penculikan, semua saling curiga, dan lain-lain.

Hari ini, suasana Banda Aceh sangat aman. Kehidupan sudah kembali normal. Perekonomian dan kehidupan sosial mulai marak. Bahkan Aceh bisa dikatakan sebagai tempat tujuan wisata, karena banyak orang asing dan juga banyak turis lokal seperti saya sendiri yang terpukau dan sibuk motret kiri kanan. Saya sudah dua kali dikira orang asing. Hal seperti ini biasa terjadi di daerah wisata yang banyak dikunjungi orang asing, seperti Bali.

Hari ini diawali dengan jalan pagi di sekitar rumah. Di ujung kompleks Dolog daerah Leung bata tempat kami tinggal ada pemandangan sawah yang di belakangnya berdiri bukit-bukit dan pohon kelapa. Lalu jam sembilan pelatihan dimulai. Memasuki kantor klien kami, harus selalu melepaskan alas kaki. Demikian juga di kebanyakan rumah orang Aceh. Makanya saya bersyukur membawa sandal karena sepatu tidak diperlukan. Toh dalam meeting-meeting kita bertelanjang kaki. Jadi sandal bisa sekaligus dipakai setelah kerja untuk jalan-jalan, tak perlu ganti.

Sebelum berangkat aku sudah menyiapkan kerudung, in case diperlukan di sini. Tetapi ternyata banyak juga penduduk muslim yang tidak mengenakan kerudung di luar rumah. Akan tetapi mayoritas memang mengenakan kerudung, karena itu pada hari kedua ini saya mencoba mengenakan kerudung. Rasanya memang tidak biasa, tapi fun juga sekali-sekali mengikuti kebiasaan penduduk lokal.

Pada waktu makan siang agak repot pada hari Jumat. Banyak restoran yang tutup. Istirahat di kantor-kantor jam 12 hingga jam 14. Makanya hari ini makan siang agak sederhana, tidak seperti dewa-dewa lagi, tetapi tetap saja enak.

Pukul 14.30 penasaran dengan yang namanya Ayam tangkap, berangkatlah kita ke restoran cut dek yang terkenal. Ayamnya memang unik dan enak. Kalau gak percaya, lihat gambar deh. Ayam goreng yang dipotong kecil-kecil dan ditambahkan daun salam yang digoreng juga. Hanya ada di Aceh. Kalau bukan karena besok ke Sabang, akan kubawakan buatmu deh say. :P


Kembali ke kantor klien, bekerja hingga jam 17 lalu buru-buru mengejar sunset di Pantai Lumpuuk. Mampir sejenak untuk membeli durian di Setui, 15 buah durian seharga 90.000. Murah ya? Meski duriannya kecil-kecil, tapi enak. Apalagi dimakan rame-rame di tepi pantai sambil memandang sunset. Cukup toh, tidak perlu diceritakan lebih lanjut lagi ... Nanti pada ngiri deh.

Pada saat-saat seperti ini selalu saya menyayangkan kamera saya yang hanya 2.3 megapixel yang sudah saya beli sejak 5 tahun yang lalu. Memang sudah sangat out of date. Tidak bisa menangkap pemandangan-pemandangan yang jauh.

Sehabis itu makan malam di restoran Tropicana, restoran chinese yang mewah. Tidak terlalu berkesan. Setelah itu kami harus pulang karena saya harus wawancara narasumber yang selesai bekerja di atas jam 10 malam. Saya menunggunya sambil menulis tulisan ini. Besok akan menjadi hari yang menyenangkan. We are going to Sabang, 0 km Indonesia.

Comments

  1. Anonymous6:58 AM

    Well done!
    [url=http://cithrflh.com/vkfp/zuzc.html]My homepage[/url] | [url=http://qcpwagct.com/zksz/xpnp.html]Cool site[/url]

    ReplyDelete
  2. Anonymous6:58 AM

    Great work!
    http://cithrflh.com/vkfp/zuzc.html | http://fnixztco.com/kivc/rfnq.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts