The Virgin Aceh



Hari ini untuk pertama kali dalam hidup saya, saya mengunjungi kota Banda Aceh. Ibu kota propinsi Aceh yang namanya mencuat gara-gara tragedi tsunami hampir dua tahun yang lalu itu, sebelumnya tidak pernah menarik bagi saya secara pribadi. Sekarang, karena tsunami itu juga, Aceh menjadi perhatian seluruh dunia. Karena membangun Aceh seperti membangun sebuah negara dari Nol, maka di situ pula tersembunyi peluang bisnis yang tak terbatas. Berbagai hal itu menjadikan Aceh sebuah tujuan kunjungan yang unik dan sangat menarik.

Beruntung lah saya, kebetulan menangani salah satu klien yang berpusat di Aceh, akhirnya, saya mendapatkan kesempatan juga untuk datang ke Aceh. Begitu saya dijemput di bandara Sultan Iskandar Muda, dan mobil kami keluar ke jalan raya di Aceh Besar, saya langsung merasakan kesan yang saya jadikan judul tulisan ini. Ibarat seorang perawan, mungkin begitulah Aceh, semuanya masih baru, brand new, rapi, bersih, mengkilat. Di berbagai tempat di kota, ada papan-papan bertuliskan, "Tinggalkan masa lalu yang penuh luka. Ayo kita bangkit kembali." Slogan-slogan semacam itu.

Di sekitar kita yang terasa bukan lagi kesedihan, tidak ada reruntuhan, tidak ada kotoran. Semua terlihat brand-new. Rumah-rumah, jalan, bahkan pemandangan. Aku sampai bertanya, bagusan mana Aceh setelah tsunami atau setelah tsunami? Karena saat ini pun, berkeliling kota Banda Aceh, saya merasa pemandangan dalam kota sangat indah. Mudah ditemukan bukit-bukit kecil, ada yang tertutup awan, pohon-pohon kelapa, sungai-sungai kecil dan jembatan. Dan semuanya bersih! (tidak seperti di Jakarta)

Jawaban dari teman yang asli Aceh adalah: sama bagusnya. Tetapi dulu beda dengan sekarang. Misalnya pantai. Dulu dan sekarang sama indahnya, tapi sekarang pantai tak lagi berpenghuni. Ya wajar sih. Pertanyaan saya tidak bermutu ya.

Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya saya mengagumi pembangunan yang terjadi di daerah ini. Kami melewati daerah pusat kota Banda Aceh, sekitar Masjid Baiturrahman yang tidak runtuh oleh tsunami itu, dan kini sudah menjadi daerah yang sangat hidup. Kembali menjadi pusat kota dan kembali hidup (tapi aku tidak punya perbandingan dengan sebelum tsunami). Hanya saja, tidak ada lagi tanda-tanda pernah terjadi musibah yang demikian besar itu. Pasar Atjeh kembali ramai dan berjaya. Hebat.



Oya, ada banyak becak-becak motor di sana. Di sini tidak ada yang menggunakan tenaga manusia seperti di Jakarta, di mana becak ditarik oleh sepeda. Becak motor adalah kendaraan umum selain labi-labi, angkot yang dianggap lambat karena berhenti terus, makanya namanya labi-labi (berarti lambat).

Pada hari pertama saja sudah banyak tempat menarik yang kami kunjungi. Begitu datang, karena acara pelatihan saya jam 1 siang, kami minum kopi dulu di warung kopi Jasa Ayah. Ini adalah warung kopi paling top di Banda. Popularitasnya bisa disamakan dengan Starbucks di Jakarta, karena yang nongkrong dari berbagai kalangan, para pejabat, NGO, bule, dan juga warga setempat.

Tetapi jangan dibayangkan warungnya seperti Starbucks lho. Namanya juga warung. Suasananya riuh sekali dengan obrolan pengunjungnya dan selalu penuh. At anytime of the day. Sejak subuh, setelah sholat subuh sudah ada yang perlu ngopi. Dan sejak itu seharian (sampai jam 12 malam) warung itu tidak pernah sepi. Warung itu juga dijadikan meeting point. Bahkan di dindingnya menjadi tempat pasang iklan, seperti Telkomsel dan XL yang memasang posternya.

Menunya ada kopi biasa (kopi Aceh tentunya) yang dimasak dengan cara yang khas. Selain itu ada kue-kue yang menarik khas Aceh. (lihat gambar). Karena kopi sangat manis (semua kopi di Aceh sangat manis, hati-hati) maka saya tidak bisa mencoba banyak kue. Hanya kue yang seperti bakwan tetapi dalam wadah agar-agar, entah namanya apa, lalu yang seperti otak-otak tetapi isinya bukan otak-otak tetapi ketan yang dibakar (namanya pulut), dan satu lagi yang terbuat dari telur dan lain-lain (enggak paham). Pokoknya enak deh.

Budaya ngopi menjadi budaya yang sangat ketara di Aceh. Warung kopi menjamur. Setiap 10 meter barangkali. Dan pengunjungnya tetap ada. Penduduk di sini bisa ngopi jam berapa pun, sambil ngobrol, kongkow-kongkow dan ngemil. Sounds so interesting. Dengan harga yang tentunya jauh di bawah Starbucks, wah boleh juga ya jadi penduduk Aceh. Dan yang pasti, kopi Aceh tidak perlu diragukan lagi kelezatannya. Untuk yang ini sulit diterangkan dengan kata-kata.

Setelah dari warkop, tim hedonis (yang terdiri dari saya, bos saya, klien saya dan gerombolannya) pindah ke restoran. Karena kebetulan sudah jam makan siang, jadi sekalian saja. Hidangan di Restoran yang namanya Asia ... ini luar biasa. Luar biasa. Bagi saya yang norak ini---dan saya yakin kamu juga sama noraknya---hidangan seperti ini bagaikan jamuan para raja, mungkin para dewa. Hahahaha.

Bayangkan. Ada daging ikan hiu dimasak seperti kari, ada udang besar-besar yang ditusuk seperti sate, ada burung punai goreng, ada kepala kakap, ada cumi bakar, semua masakan berkolesterol tinggi. Tak perlu berpanjang lebar dalam urusan makanan (karena saya tidak terlalu pakar, menyebut nama makanan saja sering lupa), silakan lihat saja fotonya, pasti sudah cukup untuk bikin ngiler.

A full cholesterol day

Pukul 13.30 kita mulai pelatihan. Mengenai pelatihan tidak perlu diceritakan jadi singkat saja pelatihan berakhir pukul 18.00. Setelah pulang dan mandi, dimulailah petualangan yang baru lagi. Malam ini kami mengunjungi Mie Razali. Mie Razali menyediakan berbagai jenis mie dengan seafood, tetapi yang paling terkenal adalah mie kepiting. Jangan kaget begitu melihat yang disebut mie kepiting itu bukanlah mie dengan daging kepiting yang sudah dikupas, tetapi satu buah kepiting penuh. Sehingga lebih tepat bila mie-nya disebut kepiting campur mie, bukan mie kepiting.

Kehebohannya tidak berhenti di penampilannya saja. Begitu dicoba, sumpah, enak banget. Mantap. Susah diceritakan. Nunggunya memang sangat lama, karena rasa adonannya sangat meresap di dalam kepiting. Saya makan sampai sangat khusuk, full concentration. Enggak tahu kapan bisa bersua kembali dengan makanan yang begitu eksotik.

Makan malam ditutup dengan jus terong belanda. Ini juga jarang ya ditemui di Jakarta. Pokoknya puas deh. Hari ini hari yang membahagiakan bagi perut, tetapi tidak membahagiakan organ tubuh yang lain, mungkin. Beberapa teman yang berusia lebih senior, langsung menyeimbangkan makanan hari ini dengan suplement penurun kolesterol. Kalau enggak bisa pusing. Kepitingnya nambah lagi. Hari yang luar biasa. Host kami baik banget. Dan host kami kebetulan para pakar wisata kuliner. Jadi, semuanya oke banget. Luar biasa deh pokoknya.

Banda aceh 14 sept 2006

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts