Makan itu Hanya Sejengkal

Semalam saya merasa kenyang sekali dan puas sekali, setelah bersantap di Restoran Laut Sulawesi bersama teman-teman. Salah satu menu andalan restoran itu, yang juga adalah hidangan yang membuat perut kami semua merasa bahagia, adalah Kepiting Lada Hitam.


Mengenai menu ini, tidak perlu lagi diragukan dan dideskripsikan mengenai rasanya. Dari namanya saja sudah mengundang terbitnya air liur. Saya pinjam curahan perasaan seorang teman saya mengenai menu satu ini:

"Namun pilihan paling saya minati, yang membuat saya sulit pindah ke komposisi menu lain adalah, kepiting jumbo telur - saus padang atau lada hitam. Kepiting saus padang enak.. tapi lebih lezat lagi kepiting lada hitamnya.. Menurut saya, sementara ini, paling enak dibandingkan di tempat-tempat lain yang telah saya coba. Kepitingnya sendiri berdaging lembut, padat, dengan telur melimpah ruah... berpadu dengan kelezatan rempah-rempah eksotik.. sehingga menimbulkan sensasi tertentu pada saat kita mengecapnya. Seluruh indera bergetar... Luarrr biasa......" (dicuplik dari Http://makanenakyuk.blogspot.com)

Deskripsi di atas memang sangat tepat, bahkan untuk seorang yang bukan penggemar kepiting seperti saya, tetap saja tergetar karenanya. Akibatnya, saya makan banyak sekali.

Sampai di rumah, saya merasa perut buncit dan kepala agak puyeng (kebanyakan telur kepiting?) -- saya mabuk kepiting.

Tiba-tiba saya teringat dengan ungkapan yang kalau tidak salah berasal dari bahasa China, bahwa makan itu hanya sejengkal. Kenikmatan karena makan itu hanya terasa dari mulut, hingga paling-paling jarak sejengkal saja dari sana. Setelah turun ke perut dan seterusnya, semua itu menjadi sampah. Kenikmatan itu hanya sejenak.

Tapi apa akibatnya setelah itu? Kolesterol, racun-racun, kalori, betapa repotnya sehabis itu! Harus Olah raga, detox, minum bawang putih untuk menurunkan kolesterol, dll. Semua hanya demi sejengkal kenikmatan itu. Sejengkal itulah yang dikejar oleh banyak orang. Sejengkal itulah yang menjadikan restoran bisnis yang paling menguntungkan di dunia ini. Sejengkal itulah yang menghidupkan perekonomian di Indonesia!!

Dan aku rela melakukannya lagi, demi sejengkal itu. Hiks.

Comments

  1. Anonymous8:12 AM

    :D Setuju Mbak Mei!!!! Hidup Makan Enak (dan Gratis pula)...!! Sayang sih, malam itu rajungan ga ada. Gw lebih suka rajungan. Tapi, kepiting jumbo juga enak.

    Karena nikmatnya cuma sejengkal doang, harusnya makannya dinikmati betul2, dikunyah 30 kali (bener ga?) sampe bener2 lembut baru ditelan. :P Tapi keburu restorannya tutup sih... :D

    ReplyDelete
  2. Anonymous9:29 AM

    nyam..nyam..nyam...
    di jawa juga ada ungkapan seperti itu ko mei. sejengkal itu tak hanya soal perut namun juga pandangan.
    aku lupa ( tak tahu persis ) bagaimana jelasnya :)

    ReplyDelete
  3. Mei.., makannya jangan banyak-banyak:-), tapi sering-sering. Karena dalam makan ada cinta, cinta dari sang Pencipta yang memberikan kita hidup, melimpahkan rizki, memberikan kita syaraf2 perasa. Kegembiraan dalam makan adalah syukur, atas hidup dan kehidupan. Menyiapkan makan untuk anak dan pasangan adalah cinta yang mendalam, melibatkan kasih sayang dan doa. Cinta yang memberi. Keberanian mencoba makanan adalah keberanian menyikapi hidup, melakukan pilihan-pilihan dalam kehidupan... Makanlah sering-sering..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts