Pelajaran untuk Seorang Agent Iklan

Saya merasa beruntung mempunyai pengalaman sebagai agent iklan media cetak, karena itu sebenarnya di luar scope pekerjaan yang biasa saya lakukan. Mengapa ini bisa terjadi, ceritanya gara-gara rekan saya yang seharusnya menangani hal tersebut sedang cuti melahirkan. Karena itu saya take over klien yang akan memasang iklan di sebuah media cetak, tepatnya majalah, yang cukup besar di Indonesia.
Dalam tulisan ini kita sebut Majalah XYZ.

Calon klien, sebut saja PT ABC, hendak memasang iklan berbentuk advertorial dalam majalah XYZ. Untuk membuat iklan advertorial itu, PT ABC minta wartawan dari Majalah XYZ untuk datang meliput event yang diadakan PT ABC. Bagian iklan majalah XYZ menyanggupi mengenai liputan dari wartawan tersebut. Maka dibuatlah media order untuk PT ABC.

Sehari setelah event PT ABC berlangsung, kami menerima complain dari PT ABC yang intinya bahwa mereka menganggap wartawan Majalah XYZ tidak profesional. Karena:

1. Wartawan datang terlambat 10 menit dan tidak mengabari mengenai ketelatannya.
2. Wartawan pulang tanpa pamit.
3. Wartawan tidak mewawancarai Mr. XXX, narasumber PT ABC regional yang datang dari luar negeri.
4. Wartawan tidak membuat foto Mr. XXX dengan ibu YYY yang adalah presdir PT ABC

Karena menerima complain ini, maka kami pun meneruskan ke majalah XYZ. Hal ini karena kami tidak tahu menahu apakah benar apa yang dikeluhkan di atas? Apakah wartawan benar-benar tidak wawancara, sesuai permintaan PT ABC?

Pada hari itu kebetulan semua contact person di majalah XYZ tidak di tempat, karena ada sebuah seminar penting. Hal ini cukup membuat sakit kepala karena PT ABC menelepon terus. Keesokan harinya kami baru mendapatkan jawaban.

Ternyata, wartawan XYZ mengaku telah datang dan telah wawancara dengan Mr. XXX. Hal ini kemudian saya sampaikan ke PT ABC. Menurut saya pribadi, cara kerja wartawan majalah XYZ bukan urusan PT ABC, yang penting adalah materi advertorial tersebut. Lalu saya kirimkan materi yang sudah disiapkan majalah XYZ kepada PT ABC.

Yang mengherankan, mereka tetap minta bukti kejujuran dan sikap profesional majalah XYZ dengan meminta rekaman wawancara. Karena menurut mereka, wartawan sama sekali tidak wawancara dengan Mr. XXX. Saya tanyakan lagi ke majalah XYZ. Dan sesuai dugaan saya, memang benar wartawan itu wawancara, tetapi tidak menggunakan alat perekam.

Selanjutnya, PT ABC meminta materi advertorial itu dalam bahasa inggris, karena akan diteruskan kepada Mr. XXX untuk meminta konfirmasinya. Majalah XYZ kewalahan untuk membuat translasi, karena mereka adalah media berbahasa Indonesia. Nah lho. Akhirnya, agar media order ini tetap jalan, karena kami semua sudah bekerja, saya sanggupi untuk membantu majalah XYZ untuk membuat translasi. Kebetulan ada rekan kami yang jago bahasa Inggris. Kami kerjakan malam itu juga. Tanpa mengenakan biaya kepada majalah XYZ atau PT ABC.

Karena majalah XYZ ada dateline untuk masuk cetak, maka malam itu juga saya menelepon ke PT ABC agar mereka segera melihat materi dalam bahasa Inggris tersebut, apakah sudah ok, atau belum. Tetapi direktur PT ABC malah bilang, tidak apa-apa kalau masuk edisi selanjutnya. Mereka hanya minta kejujuran dari pihak majalah XYZ. Mereka minta penjelasan resmi dari majalah XYZ bahwa wartawan benar-benar melakukan wawancara.

Hari ini saya sudah menerima penjelasan lewat email oleh bagian iklan majalah XYZ, tapi agak singkat dan saya rasa tidak akan memuaskan PT ABC. Tetapi menurut saya pribadi, permintaan PT ABC itu sudah keterlaluan. Ini adalah pelajaran buat seorang agent iklan. Seharusnya pada awalnya, dalam pembuatan media order sudah dijelaskan apa saja yang termasuk scope, dan apa yang tidak. Iklan dalam bentuk advertorial dengan materi dibuat oleh majalah XYZ. Itu berarti seluruh isi dan cara kerja seharusnya merupakan hak dari majalah XYZ. PT ABC tidak berhak mengatur sampai detil apa yang harus dikerjakan oleh wartawan majalah, apakah dia harus datang jam berapa, dia harus ngapain pada waktu acara, dan harus membuat laporan dalam bahasa Inggris...? Semua itu tidak pernah dibicarakan ketika awal dalam pembuatan media order. Sehingga kita tidak menduga, expektasi PT ABC terhadap iklan advertorial yang dipasang, tidak sama dengan kenyataan yang dideliver oleh Majalah XYZ.

Sampai sekarang saya masih sakit kepala, saya harap masalah ini cepat selesai, media order akan tetap diteruskan karena kita semua sudah capek. Oya, PT ABC mengancam akan menulis surat pembaca kepada Kompas dan Detik. Hah???

Saya pribadi berbicara dengan direktur PT ABC lewat telepon, dia mengeluhkan wartawan majalah XYZ tidak profesional, karena, misalnya: bukannya ngeliput atau ngambil foto, malah ngobrol-ngobrol... Menurut saya, ini sama sekali bukan urusan dia. Hal itu adalah priviledge seorang wartawan. Yang penting adalah hasil tulisannya. PT ABC juga tidak puas dengan materi advertorial karena dianggap banyak mengambil dari materi presentasi mereka (dengan kata lain: wartawan tidak bekerja). Tetapi menurut saya pribadi, materi advertorial itu sudah cukup. Untuk sebuah iklan. Dan mungkin memang standar iklan advertorial di majalah XYZ adalah begitu, dan ini tidak matching dengan ekspektasi PT ABC.

Pengalaman ini sangat penting bagi saya, dan saya ingin share. Mudah-mudahan bermanfaat buat yang berkecimpung dalam bisnis yang sama.

Comments

  1. Anonymous5:12 PM

    gw yg gampang panik dan emang ga tau gmn cara kerjanya orang media, dibuat jadi phobia tiap denger telpon bunyi. gara2nya sempet nge-handle si klien itu. pusiingg...!! untung sekarang dah diambil alih mba mei

    semoga bisa cepat selesai.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts