"Temannya Ucu"

Saya sering mendapati diri saya duduk satu meja dalam setting yang santai, di luar hari kerja, di luar jam kerja, dan dalam agenda yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, bersama para penulis.

Dan dalam kesempatan-kesempatan itu, selalu sayalah yang paling diam, yang paling tertinggal dalam informasi dan jaringan network para penulis, dan juga hanya bisa menjadi bagian yang menerima/menyerap informasi dan juga gosip yang sedang mereka bicarakan.

Meskipun begitu, saya menikmatinya. Saya senang bergaul dengan para penulis, para seniman, karena mereka memberikan atmosfir yang penuh kebebasan, kreativitas yang tinggi, dan sebuah dunia yang penuh energi. Mereka mempunyai cara berpikir yang lebih beragam, tidak seperti dalam lingkungan kantoran, di mana kita seolah dituntun ke dalam sebuah pola tingkah laku dan cara berpikir yang hampir sama.

Teman saya Ucu yang membawa saya ke dalam setting-setting seperti itu. Ucu sendiri saat ini sudah bisa hidup sebagai seorang penulis. Dia adalah salah satu inspirator kami, seorang yang berani keluar dari kehidupan pekerjaan yang mapan, dan berkarya. Menikmati pekerjaannya dan bisa hidup dari karya-karyanya dan tetap exist serta dihormati dalam lingkungan pergaulan para penulis papan atas Indonesia.

Pernah suatu hari saya mendapati diri saya duduk mengobrol dan tertawa-tertawa dengan beberapa penulis muda Indonesia, yang semuanya adalah penulis sastra terkenal saat ini. Nama-nama mereka adalah nama-nama yang sering mendapat penghargaan. Ketika salah seorang bertanya pada saya "Penulis juga ya, mbak?" Saya hanya menjawab. "Oh, enggak.. saya temannya Ucu." Lalu saya baru menceritakan pekerjaan saya.

Dalam berbagai setting-setting seperti itu, saya sadar, saya tidak akan terjun ke dunia mereka. (Setidaknya untuk saat ini). Meskipun saya senang menulis, biarlah saya hanya menulis blog, atau menulis di PortalHR.com, menulis segala yang berhubungan dengan dunia saya namun bukan menjadi hal utama yang saya kerjakan, dan mungkin juga suatu hari akan menulis buku. Tetapi saat ini, yang menjadi fokus saya adalah media online.

Karena itu, mereka adalah guru-guru saya. Terutama Ucu yang tidak berhenti menjadi inspirator saya, dengan cara berpikirnya yang bebas. Cerpen Ucu baru saja dimuat di Majalah Playboy terbaru lho. Beli deh. Bacaan-bacaan seperti itu memberi warna baru, memperkaya gaya penulisan kita. Kalau kita hanya terus membaca buku-buku serius (=bisnis), maka gaya penulisan kita menjadi miskin. Membaca karangan-karangan sastra penting.

Tulisan saya ini adalah contohnya. Gaya penulisan saya sudah miskin (=membosankan). Saya perlu pengaruh-pengaruh baru. Kalau Ucu sudah lama tidak menulis, maka saya akan pesan padanya. "Nulis lagi dong, kirimin gw lagi dong cerpen baru. Gw perlu rangsangan intelektual." Ucu membalas pesanan saya itu dengan mengirimi saya 3 cerpen sekaligus. Terkadang kalau dia lagi produktif, tidak sampai satu bulan, bisa keluar 3 cerpen. Dan semua cerpen itu sudah mendapat komitmen pemuatan di Koran Tempo, Jurnal Nasional, dan ya, Playboy tadi itu. Ucu sudah langganan di Playboy, dia sudah beberapa kali dimuat di Playboy, soalnya memang cerpennya sering kali mengandung unsur dewasa sih. (hehehe)

Dan tahu tidak, bayarannya sangat lumayan. Sekali pemuatan 2 jeti bok. Hebat ya Playboy. Nah, informasi-informasi seperti inilah yang saya dapatkan dari mereka, dan masih banyak lagi tentunya. Nanti, dalam setting yang sama, kalau mereka tertarik mengobrol soal media online, giliran saya deh jadi narasumber.
Saya bingung tulisan ini mau diarahin ke mana. Hehe. Namanya juga blog.

Comments

Popular Posts