Ayat-ayat Cinta

Ayat-ayat Cinta wajib tonton karena film ini fenomenal. Fenomenalnya bukan hanya dari angka penjualannya yang fantastis, tetapi juga berhasil menghadirkan segmen non pengunjung regular bioskop untuk berbondong-bondong datang menonton, misalnya para ibu-ibu pengajian. Film ini juga berhasil menarik penonton muslim maupun non muslim, seperti saya.

Film yang diangkat dari novel berjudul sama yang menurut perkiraan saya telah dibaca lebih dari satu juta orang (termasuk saya) itu sudah pasti laku karena minimal para pembaca novel itu ingin tahu bagaimana imaginasi sang sutradara terhadap apa yang mereka baca bersama. Dan berdasarkan pengalaman, film yang diangkat dari novel selalu mengecewakan apabila penonton selalu membanding-bandingkan novel dengan filmnya.

Karena itulah, surprisingly, setelah menonton film ini, aku bilang, tidak jelek. Tidak bagus-bagus amat, tetapi tidak seperti komentar yang saya dengar dan baca di blog-blog bahwa film ini mengecewakan. Bahkan banyak teman yang menangis hingga bengkak dalam beberapa adegan mengharukan.

Kalau membandingkan film dengan novel ya jauh. Karena novel itu bukan novel yang mudah difilmkan. Sebagian besar isi novel melukiskan keindahan agama Islam, dan hal itu tidak terlukiskan dalam film. Mungkin sutradara (Hanung Bramantyo) sudah berusaha, dengan menyisipkan narasi, ayat-ayat Al Quran, nasyid di sana-sini, tetapi tetap saja menurut saya tidak terlalu berhasil.

Misalnya, mengapa Fahri memilih Aisyah untuk dinikahinya. Padahal dia ditaksir oleh empat wanita: Maria, Nurul dan Noura. Pergumulan batinnya tidak cukup terlukiskan dalam film. Tiba-tiba saja dia menikah. Bagi penonton yang sudah membaca bukunya sih sudah bisa paham, tetapi bagi yang tidak baca, akan kurang menghayati.

Adegan taaruf cukup mengharukan. Ketika Fahri pertama kali membuka cadar istrinya. Dia menikah dengan perempuan yang baru dikenalnya beberapa hari. Kalau di novel aku bisa memahami dan sangat terharu oleh keindahan dan romantisme iman. Di film, tidak.

Misalnya lagi adegan Aisyah meminta Fahri suaminya menikahi Maria yang sedang sekarat. Tak pelak aku dan beberapa teman merasa lucu melihat adegan Fahri yang berwajah polos itu mendengarkan istrinya dengan sungguh-sungguh mengatakan "Nikahi dia, Fahri." Kalau gak baca bukunya, kayaknya akan terasa dangkal, mendekati konyol.

Yahh itu bisa saya maklumi deh sebagai keterbatasan media film. Secara umum, film ini cukup lumayan. Akting para pemainnya juga tidak buruk. Hanya saja yang cukup mengganggu bagi saya adalah penegasan dan pemberitahuan kepada penonton yang berulang-ulang bahwa Maria itu adalah Kristen.

Sepertinya ini adalah kebiasaan Punjabi brothers dalam sinetron, yang dibawa ke layar lebar. Penonton seolah dianggap bodoh sekali sehingga harus diberitahu hingga puluhan kali: Maria itu Kristen lho, Maria itu Kristen lho.

Sudah cukup dengan tato salib di tangan Maria, lalu dalam salah satu text juga Fahri sudah menyebut bahwa Maria itu Kristen Koptik. Kayaknya tidak perlu dengan gambar-gambar yang redundant misalnya selalu foto Maria dilingkari dengan rosario, rosario dan lilin-lilin di atas meja, Maria dan ibunya yang berdoa dengan tata cara Kristen, lalu Maria yang menangis sambil memeluk salib. Too much deh kayaknya.

Film ini sebaiknya diakhiri ketika Maria "hidup lagi" dan membantu Fahri terbebas dari penjara dengan gemilang. Namun, setelah itu, kehidupan dengan dua istri tampaknya membingungkan. Sehingga penulis cerita seolah membuatnya sederhana dengan "melenyapkan" salah satu istri sebagai endingnya.

Comments

  1. Anonymous11:13 AM

    setuju mbakkkkk..., malah menurut gw lebih seruan imajinasi kita nambahin cerita2 di setiap adegan film itu...he..he.. :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous11:14 AM

    perasaan gue bener2 flat pas ntn film ini. semua kepenasaranan (alah!) yg menggumpal hilang begitu saja begitu berhadapan dgn layar. pdhl gue nonton cuman berbekal penasaran itu, tanpa berharap apapun. emang gak semengecewakan yg dibilang porang2 di blog, tp ini emang tetap mengecewakan sbg sebuah produk film (lepas dr novelnya). bener2 gak meninggalkan kesan apa-apa. dan blum pernah gue ngerasa begitu sulit nulis review spt sehabis nonton film ini.

    ReplyDelete
  3. Anonymous11:18 AM

    gw males waktu baca bukunya (meskipun di bab2 awal bagus banget), jd gak tertarik nonton filmnya.... apapun, film ini fenomenal.

    ReplyDelete
  4. Iya Bril gw setuju bab-bab awal buku ini emang bagus, tapi dari sisi cerita emang kurang yak... anyway, thanks comment-nya.

    ReplyDelete
  5. Anonymous12:08 PM

    Jadinya gw nonton gak neeh??? kok pada comand ga seru ya... apa gw nunggu bajakannya aja ya ... hehehhe
    -peace-

    ReplyDelete
  6. Anonymous11:43 AM

    nonton aja dah, gak da salahnyah kok..semuanya kan relativ, klo ada yang baik ambil baiknya ja, klo ada yang kurang ya terserah deh pa mo diperbaiki ato tidak. :D

    ReplyDelete
  7. Hmmm jujur ketika nonton film ini, gw sibuk memikirkan judul buat tulisan di blog hahaha. Karena terlalu banyak hal yang janggal, dan tidak logisss

    ReplyDelete
  8. Anonymous12:22 PM

    Foto2 para pemeran utama film ayat-ayat cinta bisa dilihat di sini.
    Semua dalam bentuk foto kartun.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts