Hidden Reasons Employees Leave

Dulu gambar ini saya pasang di wallpaper komputer. Setiap menyalakan komputer saya akan diingatkan, hal-hal apa saja yang harus saya perhatikan, agar tim saya selalu betah bekerja, dan tidak ada yang memikirkan untuk resign.



Menurut Leigh Branham, seorang pakar employee engagement, turnover karyawan bukanlah sebuah peristiwa, tetapi adalah sebuah proses. Proses disengagement dimulai berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sebelum
keputusan untuk benar-benar berhenti akhirnya dilakukan.

Para manager, para bos, harus peka terhadap tanda-tanda subtil yang ditunjukkan karyawan dalam proses disengagement tersebut.

Seorang karyawan mulai "tidak terlibat" (disengage) dan mempertimbangkan untuk berhenti ketika satu atau lebih kebutuhan manusia yang paling fundamental tidak terpenuhi. Kebutuhan itu adalah:

1. The need for trust. Mereka mengharapkan perusahaan dan manajemen memenuhi janjinya, bersikap jujur dan terbuka dalam segala bentuk komunikasinya dengan karyawan, mau berinvestasi pada karyawan, memperlakukan karyawan dengan adil dan
memberikan kompensasi yang adil serta tepat waktu.

2. The need to have hope. Karyawan ingin mempercayai bahwa mereka bisa berkembang, mengembangkan skill mereka dan mempunyai kesempatan untuk kemajuan diri serta kemajuan karir.

3. The need to feel a sense of worth. Karyawan perlu merasa yakin bahwa kalau kita bekerja keras, melakukan yang terbaik, menunjukkan komitmen dan memberikan kontribusi yang berarti, maka semua itu akan mendapat pengakuan dan penghargaan yang pantas.

4. The need to feel competent. Karyawan mengharapkan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya dan juga kebutuhannya akan tantangan.

Sedangkan ketujuh alasan tersembunyi itu adalah:

1. The Job or Workplace Was Not as Expected

Setiap hari, karyawan-karyawan baru memasuki organisasi dengan banyak ilusi dan ekspektasi yang tidak realistis. Sebagian dari mereka tinggal dan beradaptasi, sebagian tidak betah tetapi tetap tinggal, dan sebagian lagi tidak betah dan lalu pergi.

Hal yang mendasari ketidakbetahan mereka adalah ekspektasi mereka tidak terpenuhi. Ekspektasi mereka itu bisa saja realistis, bisa saja tidak, yang jelas kita tidak akan menemukan dalam exit interview daftar alasan karyawan berhenti yang termasuk
"harapan yang tidak terpenuhi" tetapi ini bisa jadi adalah alasan utama seorang karyawan berhenti.

2. The Mismatch Between Job and Person

Riset menunjukkan 80 persen pekerja merasa mereka tidak menggunakan kemampuan mereka dalam pekerjaan sehari-hari. Ini berarti hanya 20 persen dari populasi pekerja yang menggunakan keunggulan mereka dalam pekerjaan sehari-hari. Mengapa perusahaan gagal mendapatkan orang yang tepat untuk mengisi posisi yang tepat? Hal ini berhubungan dengan proses seleksi/rekrutmen dan diteruskan dengan proses job assignment yang tepat.

3. Too Little Coaching and Feedback

Coaching dan feedback sangat penting bagi karyawan karena akan menjawab keempat pertanyaan mendasar di bawah ini:

Where are we going as a company? (Ke mana arah tujuan perusahaan?)
How are we going to get there? (Bagaimana kita akan mencapai tujuan itu?)
How do you expect me to contribute? (Apa harapan perusahaan terhadap kontribusi saya?)
How am I doing? (Bagaimana kinerja saya sejauh ini?)

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas akan memberikan makna kepada usaha karyawan selama ini. Perusahaan perlu memberikan feedback dan coaching untuk memastikan pekerjaan karyawan sesuai dengan tujuan organisasi dan ekspektasi manajemen. Kesesuaian ini adalah syarat mutlak employee engagement.

4. Too Few Growth and Advancement Opportunities.

Tuntutan produktivitas yang tinggi menyebabkan sedikitnya kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan dirinya. Perusahaan yang termasuk employer of choice biasanya memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berinisiatif terhadap pengembangan karirnya sendiri. Mereka juga menyediakan fasilitas dan pelatihan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan karyawan tersebut.

5. Feeling Devalued And Unrecognized

Setiap orang ingin merasa penting, tetapi kenyataannya banyak organisasi yang selalu membuat karyawannya merasa sebaliknya. Hal itu bisa ditanggapi sebagai kurangnya penghargaan, atau lebih memfokuskan angka-angka keuntungan saja, dan tidak menghargai orangnya. Hargailah karyawan dengan cukup untuk menimbulkan kinerja yang lebih tinggi dari karyawan.

6. Stress From Overwork and Work-Life Imbalance

Menyedihkan kalau memikirkan begitu banyaknya hal di tempat kerja yang dapat menimbulkan stress: beban kerja yang terlalu banyak, konflik kepribadian, terpaksa lembur, bos yang tidak baik, gosip, pelecehan, prasangka, dan masih banyak lagi. Karyawan merasa stress apabila mereka harus mengorbankan waktu dengan keluarga untuk bekerja lembur, apabila mereka harus menghadapi rekan kerja yang tidak sensitif, dan apabila mereka sangat membutuhkan waktu untuk diri mereka sendiri tetapi tidak diberikan
oleh perusahaan.

Para pemimpin harus tahu ketika budaya organisasi sudah menjadi tidak sehat, bahkan beracun. Ketika Anda memaksa pekerja memilih antara karir dengan memiliki kehidupan, maka budaya perusahaan Anda sudah beracun. Seorang karyawan bukan hanya sebuah resources, mereka adalah people. Perusahaan seharusnya memberdayakan mereka, bukan mencoba mengontrol mereka.

7. Loss of Trust and Confidence in Senior Leaders

Para pemimpin senior selalu ditantang untuk menciptakan budaya penuh kepercayaan yang menguatkan ikatan keterlibatan karyawan. Meskipun ini tantangan bagi semua manajer dan karyawan, para pemimpin seniorlah yang paling penting karena merekalah yang memberikan contoh. Jangan sampai para pemimpin senior ini menimbulkan kesan bahwa mereka hanya mementingkan keuntungan dan keserakahan saja, dan tidak pernah mempedulikan kebutuhan dan kepentingan karyawan.

Comments

  1. Anonymous3:00 PM

    wah teori yang ribet. tapi dari kasus yang sering kutemui, iming2 gaji besar adalah faktor no 1 seseorang cabut. bisa jadi gaji adalah inti dari teori2 di atas hihihihi....

    ReplyDelete
  2. Setelah sekian lama dipasang di wallpaper, timnya ngga ada yg resign, eh...Mei sendiri yang resign....

    ReplyDelete
  3. Dear Anonymous, gaji adalah faktor penarik dari luar, tetapi faktor-faktor dalam teori yang ribet ini mewakili faktor pendorong dari dalam, yang menyebabkan seorang berhenti dari pekerjaannya.

    ReplyDelete
  4. Halo mbak, terima kasih telah mereview buku ini, saya sangat terbantu dalam menyusun tugas akhir saya mengenai engagement. Salam kenal :)

    ReplyDelete
  5. Halo Nid! Senang sekali postingan sekitar 10 tahun yang lalu ini bisa membantumu ! Thanks !

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts