
Tentu saja yang paling complain adalah cowoknya si nanny yang tidak pernah punya waktu karena si nanny terlalu bertanggung jawab pada pekerjaannya. Selain tanggung jawab, nanny tanpa sadar telah melibatkan emosi pada majikannya, baik pada si anak maupun si ibu yang di balik kehidupan gemerlapnya menyimpan banyak masalah.
Ketika si nanny yang lulusan universitas unggulan itu mendapat kesempatan untuk pekerjaan yang lebih baik, dia mendapati dirinya sulit melepaskan pekerjaannya. Bukan karena pekerjaan itu menjanjikan, tetapi lebih karena ikatan emosi tadi. Singkat kata, tidak tega.
“Syndrome Nanny Diaries” seperti di atas ternyata mudah sekali menyerang. Hati-hati, apabila kamu sudah terlalu dekat dengan bos, dengan rekan-rekan sekerja, semua sudah terlalu nyaman… tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kamu sudah terkena syndrome nanny diaries?
hahaaha....wah kamu memberimu inspirasi untuk memberi jawaban pada orang-orang mengapa aku bisa bertahan di sini selama 10 tahun. jawabnya, aku kena sindrom nanny.. :D
ReplyDeletekalo aku tante:
ReplyDeletelulusan universitas unggulan itu (belum) mendapat kesempatan untuk pekerjaan yang lebih baik, dia mendapati dirinya sulit melepaskan pekerjaannya. Bukan karena pekerjaan itu menjanjikan, tetapi lebih karena belum ada kesempatan yg lebih baik :D
Hati-hati, apabila kamu sudah terlalu dekat dengan bos (udah ga lagi), dengan rekan-rekan sekerja (baru mau egga), semua sudah terlalu nyaman… --> thanks God, artinya aku belum kena syndrome nanny diaries :D