Balthasar’s Odyssey, Nama Tuhan yang Keseratus


Subjudulnya “Nama Tuhan yang Keseratus” membuat buku ini terkesan Islami. Apalagi dengan gambar sampul orang-orang yang mengenakan sorban. Banyak orang terkecoh dan jadi tidak ingin membeli buku ini. Untunglah aku tidak perlu membeli, karena tinggal pinjam sama bosku. Padahal, kalau membeli pun tidak akan rugi karena buku ini ternyata sangat luar biasa.

Dan jauh dari content Islami, buku ini berisi catatan (jurnal) tentang perjalanan seorang pria beragama Katolik bernama Balthasar (Baldasarre Embriaco). Balthasar adalah keturunan Genoa (Italia) yang tinggal di Gibelet (Libanon). Tidak pernah terbayangkan oleh Balthasar yang adalah seorang saudagar kaya (pedagang buku dan barang antik) berusia empat puluhan bahwa dia akan berkelana mengelilingi hampir separuh dunia---Libanon, Maroko, Turki, Yunani, Portugal, Spanyol, Belanda, Inggris, Prancis dan Italia.



Yang membuat buku ini menarik adalah tokoh utamanya itu. Bukanlah seorang yang gagah berani dan pandai membela diri, tetapi seorang pedagang barang antik yang pengecut. Namun dengan kekuatan kecerdasan dan wawasannya Balthasar mampu mempertahankan dirinya dalam petualangan ke tempat-tempat asing.

Dan yang membuat buku ini luar biasa adalah riset yang dilakukan penulisnya, Amin Maalouf---mantan pemimpin harian terkemuka Beirut, An-Nahar yang juga sudah menerbitkan beberapa novel lain di antaranya The Rock of Tanios yang memenangkan penghargaan Prix Goncourt. Buku ini mengambil setting tahun 1665, mendekati tahun 1666 yang diramalkan sebagai tahun di mana dunia akan kiamat. Dan sesuatu yang bisa menyelamatkan manusia dari kiamat itu adalah sebuah buku Mazandarani berjudul “Nama Tuhan yang Keseratus.”

Agama Islam mengenal 99 nama Tuhan dan buku “Nama Tuhan yang Keseratus” menyimpan rahasia nama terakhir yang akan menjadi penggenap 99 nama itu. Nama yang rahasia itu dipercaya akan menjadi penyelamat dunia, karena itu manusia-manusia dari seluruh penjuru dunia mencarinya. Termasuk ke toko milik Balthasar di Gibelet.

Buku itulah yang memicu Balthasar melakukan perjalanannya yang spektakuler. Dalam perjalanan dia bertemu dengan orang-orang yang menarik yang kemudian menghiasi cerita ini. Balthasar selalu mencatat hal-hal yang terjadi dalam perjalanan dan juga perasaannya selama perjalanan sampai hal yang remeh-temeh. Hal ini mengingatkan aku pada diriku sendiri (hehehe) meskipun tentu saja tingkat pemikiran dan wawasan sangat kalau jauh dari penulis buku ini.

Meskipun di beberapa bagian buku ini terasa sangat lambat, namun herannya tidak membosankan karena gaya bahasa penulisnya yang tidak biasa. Gaya bahasa dan pemikiran dalam cerita ini menunjukkan kecerdasan dan keluasan wawasan penulisnya. Banyak pemikiran tentang agama dan filsafat yang sangat menarik terlepas dari cerita petualangan tokoh utamanya.

Seorang tokoh utama wanita bernama Marta menghiasi cerita ini dengan bumbu asmara. Percintaan yang unik antara seorang pria yang tidak tampan berusia 40-an dengan seorang “janda” cantik yang ditinggalkan suami resminya namun status kejandaannya masih harus diperjuangkan. Berawal dari pura-pura sebagai suami-istri hingga terjalin hubungan cinta.

Ramalan mengenai kiamat memberikan banyak perbincangan tentang kepercayaan. Penulis juga menyelipkan peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah, seperti munculnya Sabatai Zevi dan kebakaran besar di London tahun 1966.

Banyak kata-kata bagus yang bisa dikutip dari buku ini, tapi untuk mengakhiri tulisan ini cukuplah saya kutip beberapa baris dari sebuah puisi yang terdapat di dalam buku:

Orang-orang menginginkan kemunculan seorang imam
Dan berbicara pada kerumunan yang diam
Sebuah ilusi; tiada seorang imam pun selain akal budi
Itulah yang memandu kita siang dan malam


Comments

Popular Posts