I'll Call You Tonight

Beberapa tahun yang lalu ketika baru berkenalan dengan seorang teman baru untuk tujuan berwisata bersama, aku ditelepon oleh teman baru tersebut pada saat aku sedang menonton di bioskop. "Aku telepon malam ini ya, aku lagi nonton," kataku.

Malam itu setelah selesai semua aktivitas, dalam perjalanan pulang aku menelepon dia. Dia sangat terkejut mendekati terharu bahwa aku benar-benar menelepon. Aku heran kenapa hal sekecil itu begitu membuatnya terpesona, bahkan sampai lama kemudian dia masih mengingat hal itu.



Mungkin karena di dunia modern tempat kita hidup saat ini, kata-kata itu menjadi semakin murah dan semakin hilang kekuatannya sebagai suatu janji yang bisa dipegang.

Misalnya saja mereka selalu berucap: siang ini aku email deh, setelah kita tagih-tagih, tetapi hingga malam hari email yang kita tunggu-tunggu belum datang juga. Begitu juga pada pengerjaan proyek, ketika kita tanya kapan bisa selesai, seringkali dateline yang disepakati itu molor dan kita sudah terbiasa. Saking terbiasanya hingga kita memberikan spare waktu untuk dateline tersebut.

Aku bahkan sudah harus bisa membaca arti insyaallah, karena kadang insyaallah berarti ya, kadang berarti tidak, tergantung konteks dan siapa yang mengucapkannya. Misalnya: ketika aku tanya, besok bisa meeting jam 14.00? "Insyaallah," jawab yang menjawab. Karena semacam insting tentang orang ini, aku membaca insyaallah sebagai iya. Pada
saat yang lain aku tanya bagian GA ada gak mobil untuk mengantar aku meeting jam segini segini, dia dengan ragu-ragu menjawab "insyaallah" aku tahu itu berarti tidak. Lebih baik aku siap-siap dengan taksi.

Itulah, akhirnya kita belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan. Yang parah adalah ketika itu terjadi pada kepemimpinan. Misalnya di kantor yang ucapan seorang bos menjadi hukum, maka bos tidak boleh sembarang berucap. Misalnya bos sering menjanjikan, nanti akan membelikan sesuatu pada karyawan yang dianggapnya layak mendapat hadiah, hati-hati, bos jangan sampai lupa. Apapun yang pernah diucapkan, misalnya menjanjikan sejumlah uang untuk yang mau berpartisipasi menulis dalam suatu
kompetisi blog, maka janji itu harus ditepati. Kalau tidak, karyawan tidak percaya lagi dengan semua aturan yang diterapkan. Kalau janjian jam 10.00 untuk suatu meeting, maka benar-benar wujudkanlah meeting itu pada pukul 10.00.

Tindakan dan contoh dari bos ini sangat penting karena itulah akar dari budaya sebuah perusahaan. Dari budaya perusahaan inilah membesar menjadi budaya bangsa. Lalu tiba-tiba kita menjadi begitu kaget dan terpesona ketika ada seorang yang melakukan hal yang sangat biasa seperti memenuhi janji yang diucapkan dengan ringan.

Comments

  1. renungan yg menarik, dan kurasa penting. sepertinya ini bagian dr kecenderungan watak bangsa ini, yg begitu mudah berjanji tanpa merasa ada kewajiban moral utk menepati. liat saja perilaku para politikus dan calon2 pemimpin negara itu. pokoknya obral janji dulu...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts