Jakarta – Ho Chi Minh City with Air Asia

Penerbangan Jakarta – Ho Chi Minh City adalah rute yang baru dibuka Air Asia Indonesia tanggal 18 September 2009. Saya termasuk yang cukup awal mencobanya, pada tanggal 23 September. Saya dapat tiket pp seharga Rp 700.000. Cukup murah ya, mengingat tanggalnya, 23-27 September, masih bertepatan dengan libur Lebaran.

Trip saya kali ini adalah trip yang sama sekali tidak direncanakan. Ini adalah salah satu trip yang saya sebut dengan Air Asia-driven. Gara-gara mendapat informasi promo Air Asia Rp 199.000 tiket sekali jalan, tak kuat saya menahan godaan. Tangan pun langsung beraksi klak klik airasia.com. Awalnya saya memilih tanggal 23-27 karena mendapat harga yang sangat murah, Rp 500.000. Namun, karena tidak langsung dibeli, masih ajak teman sana-sini dulu, harganya naik menjadi Rp 700.000.

Ini mungkin adalah strategi Air Asia, dengan pemesanan online, dia bisa mengetahui demand, setiap kali demand meningkat, harga akan naik. Permainan ini menjadi seperti lomba, siapa cepat, siapa dapat. Ketika di bandara, saya bertemu teman. Ada yang mendapat tiket 2 jutaan, ada yang bahkan 3 juta. Jadi dalam satu kali penerbangan, ada yang mendapat harga paling minimal, dalam hal ini 500.000, ada yang medium, ada juga yang max, misalnya 3 juta tadi. Dengan cara subsidi silang ini, menurut perkiraan saya, Air Asia bisa mendapatkan harga yang normal apabila semua penumpang dirata-ratain. Harga normalnya mungkin sekitar Rp 1,7 juta. Ditambah dengan keuntungan semua kursi akan terisi, karena mereka yang tergoda dengan harga murah (seperti saya) biasanya tidak punya plan sebelumnya untuk melakukan perjalanan. Setelah beli tiket baru planning. Orang yang memang punya kebutuhan akan membeli tiket dengan harga yang normal, kadang mahal. Sementara yang tadinya tidak berencana ini biasanya terpancing promo, dan membeli tiketnya lebih awal dari yang lain. Terkadang sebelum sempat berpikir terlalu banyak, langsung beli. Dengan resiko tiket dibuang saja apabila tidak jadi berangkat.

Dengan promo-promo gila ini, Air Asia menjadi pembicaraan banyak orang. Teman-teman kantor saya sudah banyak yang mengantongi rencana trip untuk tahun depan. Semua menyebut biaya trip yang sangat murah. Saya sendiri, untuk trip Vietnam saya 5 hari tersebut, saya hanya menghabiskan uang Rp 2 juta, sudah termasuk semua. Sebuah jumlah yang dulu (sebelum ada penerbangan murah) bahkan tidak cukup untuk membeli tiket pesawat terbangnya saja.

Lupakan semua bayangan tentang naik pesawat ke luar negeri yang serba mewah dan nyaman. Lupakan tentang kursi yang lega dan nyaman, serta ada TV di depan kursi kita, maupun TV yang besar di tengah-tengah lorong pesawat. Apalagi pramugari cantik yang mondar-mandir membawa red wine di kiri dan white wine di kanan, bertanya dengan manis, apa yang ingin kita minum. Kopi bisa nambah kapan saja, apalagi air putih, kita tidak perlu kehausan.

Seat pesawat Airbus yang digunakan Air Asia dalam penerbangan Jakarta-Ho Chi Minh City adalah tiga-tiga, tiga kursi di kiri dan tiga kursi di kanan (pesawat yang biasa digunakan untuk domestic flight). Cukup sempit menurutku, untung penerbangan hanya 3 jam. Di depan kursi tidak ada TV, naik pesawat ini juga tidak mendapatkan apa-apa. Semuanya harus beli. Aqua seharga Rp 12.000. Pop Mie Rp 18.000.

Jangan lupa membawa jaket, karena AC di dalam pesawat sangat dingin, sementara di sini tidak akan ada pramugari yang membawakan selimut. Apalagi merapikan selimut apabila kita tidur.

Di depan kursi penumpang, kalau dalam pesawat mahal selalu ada kantong untuk muntah. Di Air Asia ini saya perhatikan, tidak ada. Padahal kalau turbulence goyangnya aduhai, terasa banget. Jangan juga berharap ada majalah, atau koran-koran internasional. Jangan lupa membawa bacaan sendiri, kalau tidak akan sangat membosankan. Tidur pun sulit, karena tempat duduk cukup sempit. Safety information pun tidak setiap seat ada. Sepertinya, setiap habis landing, dibersihkan dan dicek sejenak, pesawat tinggal landas lagi untuk destinasi sebaliknya.

Saya sendiri enggak complain. Maksudnya, ya wajarlah dengan harga segitu. Kalau mau nyaman ya, naiklah pesawat mahal. Air Asia selain mendapatkan keuntungan dari subsidi silang tadi, tentu saja juga dari penjualan makanan dan merchandise. (merchandise mungkin gak seberapa kali ya). Kalau makanan cukup laku. Apalagi penerbangan yang lumayan jauh, seperti Jakarta – Ho Chi Minh City, perlu waktu 3 jam 5 menit, tentu saja penumpang akan merasa lapar atau setidaknya ingin ngemil. Dalam perjalanan pulang dari Ho Chi Minh City (20.30 – 23.35), saya belum pernah melihat dagangan Air Asia begitu lakunya. Pada kehabisan, banyak yang tidak mendapatkan pesanannya, hampir terjadi perebutan. Siapa cepat siapa dapat. Haha…

Pengalaman yang cukup menarik. Mungkin ini berlebihan, tapi saya rasa perlu bagi Anda juga untuk mencoba penerbangan seperti ini dan menjadi saksi sejarah tentang awal sebuah era baru dalam dunia perjalanan. Meski masih ada beberapa teman saya yang enggan naik Air Asia karena dianggap seperti naik bis sekolah, kenyataannya toh Air Asia berkembang pesat. Bisnisnya menggurita dengan cepat. Rekrutmen mengalir deras. Rute-rute baru dibuka. Bahkan rute-rute yang jauh. Tahun depan Air Asia akan meluncurkan rute Kuala Lumpur – Nice. Beberapa tahun lagi akan memasuki rute Amerika Serikat. Wow…

Langkah ini tentu saja akan diikuti oleh maskapai-maskapai yang lain, apalagi setelah terbukti menuai sukses. (Sebenarnya tidak hanya Air Asia, di dunia international sudah banyak budget airlines, namun yang paling dekat dari Indonesia adalah Air Asia, kita bisa melakukan perjalanan dari Kuala Lumpur). Ini berarti, di masa depan, terbang akan semakin murah. Akan semakin banyak orang bepergian.

Dulu backpacker berarti naik angkutan darat dan menghabiskan waktu yang lama. Kini, mungkin saja tren itu akan berubah. Backpacker tidak perlu lewat darat lagi, tetapi bisa island hopping dengan pesawat, jauh lebih menghemat waktu. Dengan biaya yang relative sama, atau bahkan bisa lebih murah!

Di milis backpacker pun ramai dibicarakan rute-rute yang dilalui Air Asia. Seperti: Thailand, Kuala Lumpur, Ho Chi Minh City, Abu Dhabi, Tianjin, London, dan Taipei. Tidak hanya orang-orang gila travel itu, “wabah Air Asia” ini juga turun ke orang-orang awam---orang-orang yang tidak (baca: belum) biasa travelling. Pembicaraan tentang Air Asia mendadak sering terdengar.

Wah… wah… Beginilah Air Asia mengganggu hidup saya. Setelah ini sudah ada satu tiket lagi yang sudah saya beli jauh-jauh hari juga, entah akan dipakai atau tidak. Setelah itu, semoga saya bisa menahan godaan sebisa mungkin untuk tidak membuka web Air Asia lagi.

Comments

Popular Posts