West Europe Trip 2010 (5): Paris, the First Sight





We arrived in Paris at midnight. It was a bit cold. Paris sama dinginnya dengan Amsterdam. Pukul 23.30 bus kami tiba di Gallieni. Stasiun metro ini adalah tempat pemberhentian terakhir (tujuan) bus Eurolines di Paris. Semua penumpang turun di sini. Sambil terkantuk-kantuk, setelah mengenakan syal dan jaket, kami pun turun dan bersiap lagi menggondol ransel dan menggaret koper.

Meskipun sudah pindah negara, ternyata tidak ada pemeriksaan imigrasi. Begitu pula di kota-kota destinasi kami selanjutnya, selama masih di dalam wilayah Schengen. Paspor kita hanya sekali dicap pada entry point dan sekali lagi pada exit point.

Malam itu kami belum punya tempat menginap. Sebenarnya kami sudah book sebuah apartemen di Paris, tetapi itu untuk tanggal 16, yaitu keesokan harinya. Rencananya kami akan stay tiga malam di Paris.

Pada waktu booking apartemen kami belum mendapat transportasi dari Amsterdam ke Paris. Actually, kami baru memesan bus Eurolines pada detik-detik terakhir menjelang keberangkatan. Waktu itu kami sudah siap untuk go show aja, sesampai di Belanda baru mencari transportasi yang ada. Bahkan terpikir untuk hitch-hiking, menumpang mobil yang lewat, membayangkan sedikit petualangan. Pasalnya, dalam trip ini terasa kurang unsur petualangannya karena hampir semua akomodasi sudah dipesan sebelumnya. Hal ini memang dianjurkan apalagi mengingat rombongan kami ada 10 orang, terlalu riskan kalau semuanya tidak dipastikan dari awal, jadwal dan itenerary bisa kacau-balau.

Mendengar bahwa kami belum punya penginapan dan berencana tidur di stasiun kereta, teman di Den Haag menyarankan untuk tidur di Gare de Lyon. Gare de Lyon adalah salah satu stasiun metro yang agak besar, yang menjadi stasiun kereta antar kota/antar negara juga. Sippp, aku langsung setuju dengan saran itu. Aku membayangkan stasiun kereta supercepat seperti yang pernah aku lihat di Taiwan atau Korea, dimana stasiun tersebut memiliki tingkat kenyamanan dan kekerenan seperti sebuah bandara. Sehingga, tidak ada masalah bila kita tidur di kursi-kursi yang tersedia di sana.

Kami pun menuruti saran itu. Sesampai di Gallieni memang tidak ada tempat yang layak untuk tidur. Kecuali kita mau tidur di kursi-kursi di kanan kiri peron metro dan menumpang "rumah" gelandangan yang sudah bercokol di sana.

Karena metro terakhir pukul 00.30, maka kami harus buru-buru membeli tiket ke Gare de Lyon. Soalnya, membeli tiket metro saja agak sedikit ribet, terutama buat kita yang baru pertama tiba di Paris, masih menyesuaikan diri dengan segala sesuatu di sana yang serba berbahasa Perancis. Kita harus belajar cepat, mencari tahu bagaimana mesin tiket bekerja, menemukan koin dengan cepat, mengalikan 9 x 1,6 Euro untuk tiket metro (salah satu teman memisahkan diri dan tidak ikut ke Paris). Akhirnya, pada saat seperti ini, bersyukurlah punya teman yang punya kartu kredit. Itu adalah cara tercepat dibanding mengumpulkan koin.

Sesampai di Gare de Lyon sudah lewat tengah malam. Stasiun metro itu sudah sepi, toko-toko pada tutup. Dan... terutama... toilet-toilet pun sudah tutup! Kami langsung berpikir, no wonder!!! Dari setadi kami mencium bau pesing di mana-mana, terutama di peron metro dan di terowongan bawah tanah yang menyambungkan metro yang satu dengan yang lain.

Selain hal-hal positif tentang Paris, ada setidaknya dua hal negatif yang sempat aku dengar sebelum berangkat. Pertama, hati-hati, banyak pickpocket! Kedua, Paris bau pesing! Hah??? Gak percaya kan? Masa Paris bau pesing???? Yang bener aja... Paris gitu lho...

Ternyata memang benar. Di stasiun-stasiun metro, terutama stasiun yang sudah agak tua dan berada di terowongan/bawah tanah, akan tercium bau tidak enak yang menurut teman kami jangan-jangan adalah asal-muasal kata "eau de toilette" Hahaha...



Gare de Lyon dibangun sekitar tahun 1900, merupakan salah satu dari enam stasiun kereta besar di Paris. Ada beberapa jurusan yang lewat stasiun ini sehingga stasiun ini bertingkat-tingkat ke bawah, menjadi intersection dari berbagai jurusan.
Setelah naik ke tingkat paling atas (yang merupakan stasiun SNCF/kereta cepat) design stasiun mengingatkan kita pada stasiun kota/Beos. Di tengah malam seperti itu, stasiun sudah sepi.

Angin malam cukup dingin, karena lantai paling atas tidak tertutup (outdoor). Di lantai ini ada lebih banyak kursi dan lebih layak untuk tempat "menginap" kami dibanding lantai-lantai di bawahnya. Suasana agak-agak tidak kondusif... di sekitar banyak orang bertampang mencurigakan, tampak tidak seperti tempat yang aman untuk terlelap. Sama sekali berbeda dengan apa yang ada dalam bayanganku.

Tidak ada tempat menunggu dengan kursi-kursi yang nyaman seperti di bandara. Dalam kondisi lelah dan pengen pipis, beberapa teman mencoba settle di bangku-bangku itu, menyiapkan PW (posisi wuenak), setelah menata tas-tas di sekitarnya agar tetap aman ketika dia tertidur.

Tetapi aku berpikir, wah gak bisa ini. Masih 4-5 jam lagi sebelum terang. Setelah terang, belum entu kita bisa check in di apartemen (yang sudah kita booking sebelumnya itu). Lagi pula, hari ini sekitar jam 8 nanti kita dijadwalkan untuk langsung jalan ke tempat-tempat wisata. Kita harus tidur. Kalau begini kondisinya, percuma saja, kita gak akan bisa beristirahat, kita hanya menunggu hingga terang. Setelah terang kita gak mungkin langsung jalan, harus mencari tempat beristirahat dulu. Waktu pun akan terbuang.

Maka aku pun memutuskan untuk keluar dari stasiun itu dan mencari pertolongan. Minimal butuh kamar mandi untuk pipis. Pasti masih ada yang masih buka jam segini. Paris gitu lho... kota besar, kota metropolitan. Ditemani dua orang teman, kami keluar dari Gare de Lyon.

Di luar saya bertanya-tanya pada petugas kebersihan, di manakah ada toilet di sekitar sini? Ternyata tidak ada. Kami pun menyusuri sekeliling stasiun. Banyak hotel, ada beberapa nama yang familiar seperti Novotel, dll. Kami coba masuk, minimal agar bisa numpang toilet. Rate-nya mahal-mahal ternyata, dan tidak ada toilet di lantai resepsionis. Sial. No wonder kan orang pada pipis sembarangan... hehehe Ternyata toilet bukan hal gampang di sini!

Kami pun berjalan terus, kira-kira beberapa blok dari stasiun ada motel-motel yang tampak lebih terjangkau. Kami coba bertanya, yah lumayanlah untuk beristirahat malam ini. Setelah tanya beberapa tempat, kami akhirnya menemukan hotel St Hubert yang masih punya kamar kosong untuk kami bersembilan. Per person membayar sekitar 30 Euro, beda-beda karena ada kamar yang lebih besar dan ada yang lebih kecil, sehingga harganya berbeda. Kami mendapat tiga kamar, masing-masing kamar 3 orang.

Kami bertiga kembali lagi ke Gare de Lyon untuk mendiskusikan dengan teman-teman yang lain, apakah mau menginap atau tetap stay di stasiun. Ternyata pada saat itu sudah ada teman yang kehilangan salah satu tasnya. Ada copet-copet berkeliaran yang siap mengintai barang bawaan kita pada saat kita tidur. Untunglah tas itu isinya hanya makanan. Mereka pun semua setuju untuk menginap di hotel malam itu.

Yah demikianlah kesan pertama kami tentang Paris. Ternyata begini cara kota impianku menyambut kedatangan kami. Dua hal negatif yang saya dengar ternyata langsung saya temui pada malam pertama menginjakkan kaki di Paris. Untunglah, kesan saya terhadap Paris kemudian tidaklah buruk. Kesan pertama ini hanyalah kejadian kecil yang menjadi pembuka petualangan indah di kota yang indah ini. Pada tulisan selanjutnya saya akan bercerita tentang tempat-tempat wisata yang kami kunjungi.

(to be continued)

Foto 1: Gare de Lyon
Foto 2: Peta metro Paris yang sangat berguna untuk getting around di Paris. Sebaiknya didownload dan di-print sebelum ke sana.

Comments

Post a Comment

Popular Posts