Susur Pantai Selatan September 2010 #4 (Pelabuhan Ratu - Pemeungpeuk - Cilacap - Nusakambangan)



11 sept 2010

Packing untuk ke Dieng, tapi bisa berakhir di Cilacap. Begitulah... Yah, aku sih asik-asik aja, yang penting jalan. Mengeksplore tempat-tempat baru yang tidak pernah dikunjungi selalu menyenangkan. Tantangan untuk mengetahui apa yang ada setelah ini, suatu ketidakpastian yang terus membuat deg-degan. Dan setelah berhasil dilewati terasa lega dan senang.

Dari Pameungpeuk terus ke arah timur menuju Cipatujah, Pangandaran hingga Cilacap jalan yang dilalui sudah bagus. Inilah yang dimaksud teman kami waktu di Pelabuhan Ratu itu, jalan pantai selatan memang sudah bagus. Ternyata dia tidak pernah sampai ke ujung barat, jalan yang jelek antara Tegal Beleud sampai Agra Binta itu.

Dari Pemeungpeuk hingga Cipatujah jalan yang dilalui adalah jalan pegunungan dan berkelok-kelok, melewati perkebunan karet Miramare milik PTPN. Setelah Cipatujah kita tinggal lurusss saja menyusuri pantai selatan, maka kita akan sampai ke Pangandaran.

Sepanjang jalur pantai selatan Cipatujah-Pangandaran ini ada beberapa pantai, dan setiap pantai yang kami lewati suasananya sangat ramai, penuh dengan masyarakat yang sedang berlibur pada hari Lebaran kedua. Jalanan yang kami lalui ramai, sebagian besar motor-motor. Namun di sini sudah ramai mobil, tidak seperti waktu di Tegal Beleud-Agra Binta di mana kami merasa sendirian, sekarang sudah banyak mobil lain, termasuk yang sama type-nya dengan mobil kami.

Sepanjang jalur pantai ini banyak sekali warung yang menyediakan ikan bakar. Saya sebut warung karena jangan membayangkan restoran-restoran besar seperti di perkotaan. Warung-warung ini kecil, bentuknya sederhana, bukan restoran besar seperti misalnya di jalur mudik yang disinggahi orang Jakarta.

Yang tidak kalah serunya adalah banyak sekali yang jual mie baso, saya perhatikan setiap beberapa meter ada warung mie baso. Apakah selalu begini atau hanya pada saat Lebaran saja, dimana mungkin orang-orang bosan makan ketupat di rumah? Entahlah.

Saya juga memperhatikan bahwa hampir semua wanita dewasa yang terlihat sepanjang jalan ini mengenakan kerudung. Dalam radius 1 km sulit sekali menemukan satu wanita dewasa yang tidak berkerudung, entah itu yang di rumah, atau yang sedang naik motor. Apakah selalu begini, atau ini hanyalah busana Lebaran? Entahlah juga.

Pemandangan seperti ini tidak saya temui setelah memasuki wilayah Jawa Tengah. Apakah karena beda wilayah/beda budaya, atau karena Lebaran sudah berlalu? (memasuki Jawa Tengah hari Lebaran ketiga) Sekali lagi, question mark.

Kami juga melalui banyak desa yang namanya lucu-lucu. Kemarin ada desa namanya Simpenan, sekarang ada Desakolot... mudah-mudahan saya tidak salah baca.





Kami berhenti makan siang sekitar pukul 13.30 di sebuah warung ikan bakar yang ada saungnya di sebuah desa bernama Cimanuk. Saya tahu nama desanya karena bertanya pada mbaknya. Desa ini tidak ada di peta, letaknya somewhere di antara Kalapagenep dan Legokjaya.

Menu yang disediakan cuma satu, yaitu: ikan mas bakar. Ketika ditanya "tidak ada ikan laut ya?" si teteh malah menyuruh kami ke warung yang lain. Tampak kesan bahwa warung ini jarang sekali didatangi orang kota, mbaknya pun dengan sungkan dan malu-malu, malah menyuruh ke warung lain. Kami mencoba ke warung yang ditunjuk, ikan laut yang tersedia ternyata cuma tongkol.

Akhirnya kami memilih di warung yang mbaknya malu-malu itu, karena memang tempatnya lebih menarik. Kami bisa duduk di saung-saung di atas kolam. Ikannya langsung diciduk dari kolam/empang itu untuk disiangi dan dibakar. Nyam-nyam... ternyata enak juga... dan terutama yang menarik adalah sambalnya. Sambalnya terdiri dari cabe, tomat, dan ada rasa jahenya. Enakkkk.... (1 kg ikan mas sudah dibakar Rp 30.000)

Tidak disangka, ternyata tidak jauh setelah warung tempat kami makan itu, kami menemukan sebuah pantai yang teramat indah. Di pinggir jalan, di depan pantai itu ada spanduk besar dengan gambar pantai yang indah, nama pantai itu adalah Pantai Karang Tawulan. Kami memutuskan untuk mampir, karena fotonya itu membuat penasaran. Pantai itu terlihat seperti Uluwatu di Bali.

Tiket masuk pantai Rp 10.000, tidak termasuk parkir Rp 2000. Dan ternyata... pantai itu memang sangat indah. Yang khas dari pantai ini adalah tebing-tebing dan karangnya serta pepohonan berbentuk mirip seperti pohon zaitun tapi di bawahnya terlihat seperti sapu. Nah loh, apa nama pohon ini? Another question mark.

Karena pantai ini sangat ramai, cukup sulit mengambil foto. Bentuknya yang bertebing-tebing pun menyulitkan mengambil angle, karena tidak ada space yang lapang. Pantai ini bisa jadi cukup prospektif untuk dikembangkan menjadi the next Pangandaran atau Pelabuhan Ratu.







Sepanjang jalur pantai selatan yang kami lalui terlihat ada petunjuk untuk jalur evakuasi. Sepertinya daerah ini memang rawan terjadi gelombang besar, bahkan pernah tsunami. Makanya tidak heran jarang sekali yang berani membuka resort di pinggir pantai.

Sekitar pukul 18.00 kami tiba di Pangandaran, masuk melalui Green Canyon dulu bila lewat sini. Memenuhi rasa ingin tahu seorang teman yang belum pernah ke Pangandaran, kami pun mampir. Harga tiket masuk Rp 27.500 untuk 1 mobil. Saat itu sudah gelap, pantai sudah sepi. Kami hanya duduk ngopi sebentar di pinggir pantai yang pada waktu siang tadi pastilah menjadi lautan manusia.

(bersambung)

Comments

Popular Posts