Belajar dari Film Social Network





Film "The Social Network" bagus karena menyisakan perdebatan. Kalau Anda belum nonton, percayalah, keluar dari bioskop, Anda dengan teman akan mendebatkan, terutama tentang orang seperti apakah Mark Zuckenberg, sang founder Facebook.

Saya asumsikan semua yang membaca tulisan ini sudah menonton film garapan sutradara David Fincher itu. Kalau belum, saat ini juga, segeralah pergi ke bioskop sebelum film ini turun, dan digantikan film lain. Hal ini karena sepertinya sambutan penonton di Indonesia tidak terlalu heboh seperti di Amerika Serikat.

Khusus buat Anda para startup, dan para startup wanna-be (seperti saya), menonton film ini akan menyisakan lebih dari perdebatan. Terlepas dari kontroversinya dan seberapa dekat film ini dari kenyataan, ada hal-hal yang bisa kita catat dan renungkan, siapa tahu bisa berguna dalam perjalanan bisnis kita.

Mark Zuckenberg memulai Facebook dari kamar asramanya di Harvard tahun 2003. Ide membuat Facebook bukanlah original dari dirinya. Bisa dikatakan, dia mencuri ide itu dari Winklevoss bersaudara (yang kemudian menuntutnya di pengadilan)---maaf bagi yang belum nonton, sulit menulis tulisan ini tanpa memberikan spoiler. Intinya, meski bukan ide Mark, dia telah membuatnya dengan benar. Sangat benar. Winklevoss yang mempunyai ide awal tidak dapat mewujudkan ide mereka sendiri, mereka perlu bantuan Mark, seorang programmer handal dan juga seorang yang sangat cerdas, yang tanpa disangka, kemudian meluncurkan produknya sendiri berdasarkan konsep awal tersebut.

Tentu saja Mark melakukan banyak penyempurnaan dari konsep awal. Eksekusi konsep awal itu sendiri pun dapat menjadi menjadi berbeda seandainya bukan Mark yang melakukannya. Hal-hal kecil seperti status hubungan di Facebook, cara menempatkan foto dan kemudian penemuan fitur-fitur baru di kemudian hari, adalah hal-hal detil yang menjadikan Facebook sebesar sekarang ini, semua sudah beyond konsep awal atau ide awal yang sebenarnya bukan milik Mark itu.

Dilukiskan dalam film bagaimana Mark menemukan ide memasang status hubungan di Facebook dan dia langsung lari pulang ke kamar asramanya begitu menemukan ide itu. Dengan segera langsung dikerjakannya.

Selain soal pencurian ide, hal kedua yang akan menjadi bahan perdebatan hot adalah soal perlakuan Mark kepada sahabatnya. Eduardo Saverin.

Saya mendengar penonton di sebelah saya berkata "Ih, teman macam apa itu..." pada saat adegan konflik Eduardo dengan Mark terjadi. Sejak awal film dari sebelah saya sudah terdengar komentar tentang Mark seperti: "orangnya nyebelin banget ya..."

Facebook didanai dengan modal awal 1,000 USD dari Eduardo Saverin. Melihat perkembangan Facebook yang sangat cepat, Eduardo pun menambahkan dana hingga total
berjumlah 19,000 USD dari koceknya sendiri. Dengan itu dia berhak mendapatkan saham 30%.

Setelah masuknya investor, semuanya menjadi tidak sesederhana itu lagi. Facebook menggelembung dengan pesat, investor memasukkan dana 500,000 USD. Mulai masuknya orang-orang lain sebagai thinker dan penentu arah perusahaan. Dalam hal ini, saya melihat, Eduardo agak tertinggal dalam pesatnya kemajuan itu. Dan mungkin karena dia mempunyai visi yang berbeda dengan owner2 yang lain sehingga dia tersingkirkan. Well, secara detil kayaknya harus nonton sendiri deh... gak mungkin saya ceritakan semuanya di sini.

Namun hal yang bisa saya catat di sini adalah, ketika membuat bisnis online, atau ketika melakukan partnership, pastikanlah bahwa diri Anda tidak tergantikan.

Seperti halnya Mark Zuckenberg, dia bukan hanya programmer. Kalau hanya programmer dia akan mudah digantikan. He is the soul of the product. Dia bukan hanya otaknya, tapi juga jiwanya. Dia memahami betul produk yang dibikinnya, dia punya gambaran mau dibawa ke mana produk ini, dan dia sangat passionate about it. Makanya, dengan pergantian kepemilikan seperti apa pun, saham Mark tetaplah yang paling dominan.

Dengan menjadi otak dan jiwa produk itu, Mark tidak pernah berhenti dengan inovasi baru. Misalnya saja, saya pernah membaca artikel bahwa, button Like di Facebook itu adalah ide Mark. Investor akan melihat bahwa Mark tidak dapat digantikan, sementara, misalnya, Eduardo, tidak dibutuhkan lagi. Perusahaan berkembang terlalu pesat sehingga bisa saja Eduardo tidak cocok lagi.

Sekali lagi, ini terlepas dari seberapa dekatnya film ini dari kenyataan, kita kesampingkan dulu hal itu. Kalau melihat apa yang terjadi pada Eduardo, di film, ingin rasanya saya menimpali penonton di sebelah saya yang menilai Mark sebagai "teman macam apa itu..." seandainya saya mengenalnya. "It's business," saya akan bilang begitu.

Begitulah bisnis. Makanya bila berbisnis bersama teman, ada resiko di dalamnya terhadap hubungan persahabatan kita. Apalagi ini menyangkut bisnis milyaran dollar. Salahnya memang, Mark as a person, seharusnya bisa lebih komunikatif. But, sudahlah, itu hanya film.

Hal ketiga yang saya catat. Mark Zuckenberg mempunyai visi besar. Dan karena itulah dia cocok dengan Sean Parker, orang yang membuat Napster pada usia 19 tahun. Dia tidak buru-buru mencari pendapatan untuk Facebook (dari iklan). "Facebook is cool, advertising is not." Seperti halnya orang-orang sedang berpesta, dan pada jam 11 malam kita datang dan mengatakan "party is over," itulah advertising. Demikian saya kutip dari film.

Pilihannya, apakah kita mengincar ikan kecil (trout), atau ikan besar (marlin)? It's your choice. Mereka rela menunggu, beberapa tahun, hingga pengguna Facebook mencapai 500 juta di seluruh dunia, lalu ikan marlin pun berdatangan... it's up to you.

Terakhir. Startup adalah para pekerja keras. Work hard, play hard. Mereka bekerja 24 jam sehari dan juga tak lupa bersenang-senang. Bagian ini juga digambarkan dalam film. Dan masih banyak lagi. Namun, cukuplah sampai di sini catatan saya, sisanya, Anda harus membuat catatan Anda sendiri.

Comments

Popular Posts