West Europe Trip (14): Rome, The Eternal City





Roma (Rome), ibukota negara Italia yang cantik. Pernah disebut sebagai caput mundi (capital of the world), salah satu kota tertua di dunia, yang sudah berdiri lebih dari 2700 tahun yang lalu, salah satu tempat sejarah dunia dimulai, kota para ksatria dan gladiator.

Memang banyak jalan menuju Roma... dan kini kami telah berada di sana dengan jalan kami sendiri. Di tempat yang sama para gladiator pernah berdiri, kami berdiri di sini, di jantung kota tua Roma, sang kota abadi yang tiada duanya di dunia ini.

Kereta kami berangkat dari Florence pukul 8.10. Tidak sampai satu setengah jam, pukul 09.30 kami sudah tiba di Roma. Langsung menuju hotel yang sudah kami booking sebelumnya, Alessandro Downtown. Hotel ini letaknya cukup strategis, kalau mau ke Colosseum cukup jalan kaki saja. Ini juga hotel backpacker, kalau pernah nonton Eat, Pray, Love, pintu depan hotel ini mirip di film Julia Robert itu. Kita masuk melalui sebuah lift sempit, yang karena koper kami cukup besar, 1 lift hanya bisa muat 2 orang, sehingga 10 orang harus 5 kali bolak-balik.

Tarif satu malam di Alessandro Downtown 23 Euro per orang. Satu kamar seperti biasa, langsung 10 orang, dengan bunk bed. Kamar mandi di luar. Tidak seperti di kota-kota Italia yang lain, di Roma kami menginap 2 malam. Cukup lega rasanya, at least satu hari tidak perlu menggaret koper-koper.

Setelah beres-beres kami pun jalan ke Colosseum. Sambil jalan Roma menyambut kami dengan pemandangannya yang unik. Kemacetan dan mobil-mobil kecil adalah khas Rome, ditambah udaranya yang panas, melebihi kota-kota Italia lain yang kami kunjungi. Pernah nonton When in Rome? Nah kayak di film itu deh mobilnya. Dengan mobil kecil-kecil begitu mereka bisa parkir paralel di pinggir jalan, dan ini seringkali tidak rapi, ada yang parkirnya lurus, ada yang miring.

Sambil menikmati pemandangan kota Rome, eh kami malah tertarik untuk mampir di sebuah restoran masakan Cina. Mungkin semua udah pada rindu nasi (Norak ya, baru pergi dua minggu udah kangennnnnnn berat sama nasi) jadi biarpun di Italia, akhirnya nyarinya nasi juga. Udah bosen dengan pasta, pizza, melulu.

O ya, di Italia makanan relatif lebih murah, bila dibanding Paris atau Amsterdam. Tetapi tidak jarang restoran di sini memberlakukan surcharge restoran per person. Seperti di restoran Cina tempat kami makan ini. Per person kena 1,6 Euro. Harga makanan kira2 5-8 Euro. Jangan tanya soal rasanya deh, udah pasti aneh, secara di Itali gitu lho, masakan Cina pasti tidak sesuai harapan. Yang menggembirakan adalah ada sambel yang mirip dengan sambel yang biasa kita makan di tanah air. Nyam nyam...sampai minta tambah sambelnya tuh...

Di depan Colosseum banyak yang berjualan. Ada juga pria-pria berpakaian gladiator mondar-mandir, kita bisa berfoto dengan dia, dengan bayaran beberapa Euro. Tepatnya lupa, karena kami tidak berfoto. Kami bahkan tidak masuk ke dalam Colosseum, karena harus bayar. Masih banyak tempat lain di Roma yang bisa masuk tanpa membayar, jadi Colosseum cukup dinikmati dari luar saja.

Dari Colosseum lanjut ke daerah Corso, naik bus nomor 85 (per person 1 Euro). Di sini ada Pantheon, Piazza Navona, dan Spanish Steps, semuanya dekat-dekat. Di Piazza Navona banyak pelukis, banyak juga street performer. Suasananya sangat asyik. Kami juga mengunjungi Trevi Fountain dimana kita bisa melemparkan koin sambil mengucapkan permintaan. Di sini ramainya bukan main. Sebelum makan di restoran Chinese kami juga menyempatkan mampir di sebuah gereja yang cukup megah Basilica di Santa Maria Maggiore. Banyak sekali gereja di Roma, bahkan di dalam stasiun kereta kita dapat menemukan kapel. Dan bila kita lapar sambil jalan-jalan banyak yang menjual pizza-pizza kiloan, tinggal pilih, lalu timbang, bayar deh... Fresh dan enak.

Vatican City

Tentu saja, bila ke Roma, tidak boleh melewatkan kunjungan ke Vatican City. Ini adalah sebuah negara kecil di dalam kota Roma, yang berada di dalam tembok Vatican seluas kira-kira 44 hektar. Sebagai tourist, yang bisa dilihat di sini adalah Museum Vatican yang luar biasa, dan lapangan St Pieter dimana ada basilica (gereja) tempat Paus (pimpinan tertinggi umat Katolik) biasa memberikan misa. Untuk masuk lapangan St Pieter tidak dikenakan bayaran. Untuk masuk Museum Vatican (Musei Vaticani) tiket 15 Euro, sangat disarankan untuk membeli online. Jadi ketika datang ke sana tidak perlu antri panjang.

Kami mengunjungi Vatican City di hari kedua di Roma. Museum Vatican sangat besar, kami memang menyediakan waktu seharian hanya untuk menjelajah Vatican City. Untuk keterangan mengenai tiket dll dapat dilihat di situs web resminya di sini.

Wah... tak henti-hentinya kamu akan terkesima bila sudah masuk ke Museum Vatican. Bila di Barcelona kita akan langsung jatuh cinta pada Gaudi, di sini dipastikan kita akan terbengong-bengong dengan karya Michelangelo, Raphael, dll. Karya-karyanya luar biasa, terutama bila kita masuk ke dalam Sistine Chapel (di sini gak boleh motret)... waw... lukisannya di dinding maupun di langit-langit, rasanya bagaikan Tuhan sendiri yang melukis, hanya meminjam tangan pelukis-pelukis besar itu.

Di museum ini ada insiden kecil. Kami sebenarnya sudah selesai sekitar pukul 14.00, tapi tidak bisa keluar karena harus mengembalikan audioguide. Di museum-museum seperti ini biasanya kita dapat menyewa audioguide (sekitar 5-10 Euro) untuk mendapatkan petunjuk mengenai koleksi-koleksi di museum. Untuk menyewa audioguide kita harus menyerahkan passport, setelah mengembalikan audioguide, passport dapat diambil kembali. Nah, waktu itu kami menyewa dua audioguide dengan satu passport, sementara teman yang membawa audioguide yang satu lagi terpisah. Dia sudah keluar duluan dan ke Basilica St. Pieter. Akhirnya kami harus menunggu dia kembali agar bisa keluar dari museum dan mengambil passport. Museum tutup jam 16.00, Basilica juga. Karena itu, kami langsung lari ke Basilica St Peter setelah berhasil keluar.

Di St Peter Square selalu terjadi antrian yang panjang untuk masuk ke gereja. Untunglah, meski menjelang tutup, kami masih sempat ikut mengantri. Tidak lama setelah masuk ke dalam gereja St Peter sudah saatnya gereja tutup. Wah, masih untung kami sudah sempat masuk. Kalau tidak, entah kapan bisa ke sini lagi. sini lagi.

Setelah dengan terpaksa keluar karena gereja tutup, kami pun berjalan di sekitar Vatican City. Karena lelah kami sekaligus mampir makan malam di sebuah restoran depan Basilica. Restoran ini seperti sebagian besar restoran di Eropa ada tempat duduk di depan. View dari tempat duduk ini luar biasa, langsung lurus ke jantung Basilica St Peter. Karena lokasinya, bisa diduga resto ini mahal banget. Spagetti 12 Euro yang paling murah, yang paling standar, bolognaise. Yah, gpp deh, beli view aja. Biasanya kita selalu dikasih roti sebagai complimentary.

Dari sana kami melanjutkan perjalanan, dekat dengan Vatican City ada Ponte Sant' Angelo, sebuah jembatan kuno yang disebut juga sebagai bridge of Saint Peter karena dulu digunakan para peziarah untuk mencapai Basilica St Peter. Rasanya lelah sekali, pukul 18.00 hari ini kami sudah pulang ke hotel.

(foto dari Wikipedia)

Comments

Popular Posts