Wisata Cirebon (4)





Gua Sunyaragi luasnya kurang lebih 1,5 hektar. Di sini banyak spot yang bisa digunakan untuk foto-foto. Dari desainnya terlihat banyak ruang kecil yang hanya cukup untuk seorang duduk bersila, sepertinya itu adalah ruangan untuk bermeditasi. Mengenai keindahan dan sejarah gua Sunyaragi dapat dibaca langsung di sini atau di sini, atau di Wikipedia.

Di sini cukuplah saya menceritakan pengalaman kami, kunjungan kami yang singkat di tempat yang luar biasa namun kurang terurus ini.

Kami masuk gua Sunyaragi dan sukses menolak tawaran guide. Di dalam gua, sambil mengeksplore sisa-sisa peninggalan sejarah tersebut, sempat kami ditawari seorang guide yang selesai mengantar tamu yang lain. Tempat itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang pengunjung lain selain kami. Biasanya yang datang adalah rombongan dari sekolah-sekolah, demikian menurut informasi ibu penjual teh botol dan kerupuk.

“Dari Jepang ya?” tanya bapak guide kepada teman saya sambil menunjuk saya. Tuh kan, disangkain lagi. Hehehe. Kami menjawab kami dari Jakarta dan terima kasih, kami tidak memerlukan guide.

Lalu kami pun tenggelam dalam keasikan foto-foto di gua. Melihat sebuah pohon besar yang berusia lebih dari 300 tahun. Duduk-duduk di atas rumput sambil mengobrol.
Hingga tiba waktunya kami untuk meninggalkan tempat itu. Panggilan alam pun membuat kami mencari toilet.

Di dekat pintu keluar terdapat sebuah bangunan kecil yang cukup buruk sehingga dapat disebut gubuk, berpintu dua, yang membuat kami mencurigai itu adalah sebuah toilet. Melihat kami ragu-ragu, si bapak guide tadi memberi informasi “Yang kanan aja, lebih banyak airnya,” katanya sambil menunjuk toilet.

Gubuk itu tidak berpintu. Tepatnya pintunya terlepas dan disandarkan pada dindingnya. Untunglah toiletnya terletak di dalam, karena itu tidak langsung terlihat dari luar. Kami memilih salah satu toilet yang lebih terang (karena ada celah untuk sinar matahari). Toilet tidak ada lampu. Panggilan alam yang tidak tertahankan pun (sejak pagi belum ke toilet) membuat kami menyerah.

Setelah keluar dari toilet kami berpapasan dengan bapak tadi. “Empat ribu,” katanya. Hah???? Hampir pingsan aku mendengar perkataan itu. Toilet reot yang gelap dan meragukan itu pun ternyata di-charge. Dan kami menyangka bapak itu dengan baik hati menawarkan bantuan/informasi, ternyata ujung-ujungnya minta bayaran. Kami membayar, meninggalkan tempat itu, dan tertawa terpingkal-pingkal setelah jauh dari bapaknya. “Surpriseeee... hahahaha...”

Dari sana kami naik becak menuju PGC. Sesampai di sana aku melihat Dunkin Donut dan langsung merasa seperti home sweet home. Ayo kita ngupi-ngupi dulu, kataku. Di sini suasana terasa lebih seperti tempat kita berasal. Orang-orang berbelanja di toko, supermarket, angkot-angkot yang lalu lalang, kehidupan berjalan seperti halnya di Jakarta. Kuharap tidak ada lagi kejutan yang aneh-aneh. Hihihi.

Aku memesan kopi dan donat. Tugas kami sudah selesai, tinggal membeli oleh-oleh. Oleh-oleh khas Cirebon banyak, seperti produk olahan dari seafood, asinan dan manisan, serta sirop tjampolay.

Sebenarnya, masih banyak yang belum kami lakukan di Cirebon. Masih banyak tempat yang bisa dikunjungi, dijelajahi, dan masih banyak makanan yang belum dicicipi. Namun, dalam kunjungan singkat dan kurang persiapan ini, rasanya cukuplah sampai di sini.

Tempat-tempat yang kami kunjungi cukup menarik, meskipun kurang terawat. Dan dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, kami sempat berkeliling kota Cirebon sambil naik becak. Sambil dibuai hembusan angin hangat dari pantai, kami menikmati pemandangan, melewati pasar Kanoman, toko oleh-oleh Sinta, stasiun kereta, dan keraton Kanoman. Sempat juga melewati Kelenteng kuno dan beberapa bangunan kuno lainnya seperti lembaga pemasyarakatan.

Menjawab pertanyaan yang timbul di benak saya sebelum berangkat, sepertinya Cirebon sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata alternatif bagi orang Jakarta. Kekayaan peninggalan budaya membuatnya dapat dijadikan tujuan wisata tematik seperti wisata sejarah Islam di Indonesia. Dipadukan dengan wisata kuliner dan wisata belanja yang disukai orang Jakarta. Salah satu produk yang potensial menjadi hits misalnya batik Cirebon. Saat ini sudah mulai ada sentra-sentra batik, tinggal dikembangkan dan dipromosikan lebih luas.

Jakarta-Cirebon hanya 3 jam jaraknya. Segelas kopi di pagi hari sambil mengobrol bersama sahabat membuat perjalanan itu sama sekali tidak terasa, tahu-tahu sudah sampai. You can say Jakarta-Cirebon is just a cup of coffee away.

Jakarta-Cirebon memang segelas kopi saja jauhnya, namun agar Cirebon dapat menjadi kota tujuan akhir pekan orang Jakarta seperti Bandung, masih banyak yang perlu dilakukan dan dibenahi. Untuk hal ini biarlah kita serahkan kepada para pakar untuk memikirkannya.

Kami menghabiskan waktu di Dunkin Donut hingga tiba waktu untuk naik becak ke stasiun kereta Kejaksan Cirebon.

(the end)

Gambar: Gua Sunyaragi dalam lukisan, diambil dari Wikipedia.

Comments

Popular Posts