Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
seperti rumah tiada bertiang.
Itulah kedua bait yang dicuplik dari Gurindam 12
yang terkenal itu. Gurindam Dua Belas merupakan puisi (yang juga telah
dilagukan), hasil karya Raja Ali Haji, seorang sastrawan dan pahlawan nasional
dari Pulau Penyengat, propinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Propinsi hasil pemekaran dari propinsi Riau itu
menaungi lebih dari 2.000 pulau besar dan kecil yang 30% di antaranya belum
bernama dan berpenduduk. Luas wilayah Kepri lebih dari 250.000 km2 dan sekitar
95% merupakan lautan. Kepri menjadi propinsi ke-32 pada tahun 2002 yang
mencakup kota Tanjungpinang, kota Batam, kabupaten Bintan, kabupaten Karimun,
Kabupaten Natuna, Kabupaten kepulauan Anambas, dan kabupaten Lingga.
Dari atas pesawat Jakarta-Batam sebelum mendarat di
bandara Hang Nadim kita dapat melihat ribuan pulau-pulau hijau di tengah lautan
hijau tosca yang mengilat, sungguh pemandangan yang dramatis. Dari udara ini
kita juga bisa melihat kemegahan jembatan Barelang yang menghubungkan pulau
Batam dengan pulau-pulau di sekitarnya yaitu Pulau Tonton, Pulau Galang, dan
Pulau Rempah. Sungguh, dari udara Kepri bagaikan untaian mutiara yang sudah mengundang
decak kagum bahkan sebelum kita mendarat.
Kami memasuki Kepri dari Batam karena dari Jakarta
paling banyak penerbangan menuju Batam. Walaupun tujuan utama dalam trip kami
adalah pulau Bintan dan Pulau Penyengat, namun kota Batam merupakan pintu masuk
yang nyaman. Hampir setiap jam ada kapal yang berangkat dari pelabuhan Punggur
Batam menuju Tanjungpinang. Kapal bertarif Rp 40.000 sekali jalan ini cukup nyaman,
berpendingin udara, dengan waktu penyeberangan kurang-lebih 1 jam.
Pulau
Bintan
Pulau Bintan adalah pulau terbesar di kepulauan
Riau, dan di pulau ini pula terletak kota Tanjungpinang yang menjadi ibukota
Kepri. Dibandingkan dengan pulau Batam yang terletak di sebelahnya, mungkin kedua
pulau ini dapat diibaratkan dua saudara, yang satu lebih kaya tapi kurang tampan,
dan yang satunya lagi kurang kaya namun lebih menawan dibanding saudaranya.
Ya, Bintan memang menawan dengan pantai-pantainya yang
berpasir putih di bawah langit yang biru. Breathtaking,
yang menjadi slogan pariwisata Bintan, memang tidak berlebihan. Namun dari sisi
ekonomi terlihat Batam lebih maju dengan kekuatan industrinya yang terus
berkembang sehingga banyak fasilitas dan infrastruktur lebih tersedia di Batam.
Memang kedua saudara ini memiliki daya tariknya masing-masing.
Sebagai tujuan wisata, tentulah Bintan lebih
menonjol. Ada yang menyebut pulau Bintan
sebagai pulau kedua setelah Bali sebagai daya tarik wisata andalan Indonesia. Namun
selama bertahun-tahun, pesona ini bagaikan rahasia yang tersimpan dengan baik
yang malah lebih diketahui orang asing dibanding orang Indonesia sendiri. Baru
belum lama ini Bintan semakin banyak dikunjungi pelancong domestik, walaupun
data dari beberapa resor yang kami tanyai di Bintan lebih dari 90%
pengunjungnya adalah turis dari negara tetangga Singapura.
Karena itu, ketika pertama diajak oleh teman untuk
trip ke Bintan, saya awalnya menolak. Bintan yang saya tahu adalah resor-resor
yang menawarkan kemewahan dan kefanaan sedangkan saya belum merasa ingin
berfoya-foya untuk saat ini. Tetapi ternyata setelah saya pelajari lebih lanjut
mengenai sejarah dan daya tarik budaya Melayu dan Tionghoa yang mewarnai
kehidupan di Bintan, saya pun berubah pikiran.
Mengelilingi pulau Bintan dengan mengemudi sendiri,
kita dapat melihat langsung kehidupan yang menggeliat di pulau yang
perekonomiannya disokong oleh pariwisata ini. Selain resor-resor yang tergabung
dalam Bintan Resor di kawasan Lagoi di Bintan utara, ada juga resor-resor yang
lebih terjangkau di Bintan bagian timur (Pantai Trikora). Objek-objek wisata
ini dapat ditempuh dengan berkendara sekitar 1 hingga 2 jam saja dari pusat
kota Tanjungpinang.
Panas yang sangat menyengat menyambut kami ketika tiba
di pelabuhan Tanjungpinang, dan sepanjang perjalanan kami di Bintan kami
dihadiahi cuaca yang sangat cerah. Langit yang sangat biru dan bersih namun
udara juga sangat panas. Tidak lama setelah kami berkendara di pulau Bintan,
kami menyadari hampir semua mobil dilengkapi kaca film yang sangat gelap bahkan
pada kaca depan, sehingga kita tidak dapat melihat wajah pengemudi dari arah
depan.
Dari Tanjungpinang kami langsung menuju pantai
Trikora yang berjarak kira-kira 1,5 jam perjalanan. Di sepanjang pantai timur
ini banyak pilihan resor yang menawarkan berbagai fasilitas relaksasi,
restoran, dan juga sebagian menawarkan snorkeling dan diving. Pemandangan pantai
khas Bintan adalah pasir yang amat putih, di beberapa tempat ada pantai
berkarang yang mirip di Belitung, serta adanya kerambah (kelong dalam bahasa
Melayu) yang menghiasi pemandangan pantai.
Ada juga beberapa resor yang khusus menarget
pengunjung yang suka memancing, seperti Kolam Kelong Trikora yang secara tidak
sengaja kami temukan pada malam hari. Inilah yang saya sukai dengan road trip,
seringkali menemukan kejutan yang menyenangkan. Tempat ini menawarkan
penginapan yang cukup terjangkau, serta letaknya yang menjorok ke laut
memberikan suasana yang sangat berbeda.
Kelong adalah bahasa Melayu untuk menggambarkan
struktur lepas pantai yang dibangun dari kayu untuk menangkap ikan. Saat ini
banyak kelong yang berubah fungsi karena pemilik kelong membuka kelongnya untuk
para pemancing yang ingin memancing di laut dalam, dengan menyediakan
penginapan dan fasilitas yang sangat terjangkau (bila dibandingkan dengan tarif
resor-resor di Bintan, apalagi resor di daerah Lagoi).
Keesokan harinya kami mengunjungi daerah Bintan
Resort di Lagoi. Kami tidak menginap di sini karena tarifnya sebagian besar di
atas 150 SGD per malam. Di sini ada resor-resor internasional seperti grup Banyan
Tree, Club Med, dan sebagainya. Salah satu yang paling terkenal adalah Bintan
Lagoon Resort yang menawarkan sea view golf yang disebut-sebut padang golf
terindah di Asia Tenggara.
Sebagian resor ini menawarkan penyeberangan langsung
dari dan ke Singapura dengan loket imigrasi tentunya. Penyeberangan dari
Singapura ke Lagoi ditempuh kurang dari 1 jam saja, sehingga banyak pula yang
menawarkan fasilitas meeting room yang dapat dipakai pada hari kerja oleh
pengunjung dari negeri tetangga tersebut. Letak Bintan yang sangat dekat dengan
negara tetangga Singapura dan Malaysia ini juga menjadi salah satu aset yang
dioptimasi oleh pemerintah setempat.
Pulau
Penyengat
Kunjungan ke Bintan tidak lengkap tanpa kunjungan ke
pulau Penyengat, bahkan ada yang bilang belum ke Bintan kalau belum ke
Penyengat. Tampaknya tidak berlebihan karena di sinilah dapat kita saksikan sisa-sisa
bukti kebesaran kerajaan Melayu di masa lalu. Pulau Penyengat sangat dekat dari
Tanjungpinang, dari dermaga tinggal menyeberang dengan perahu angkut (Pongpong)
bertarif Rp 5.000 sekali jalan.
Begitu menginjakkan kaki di pulau Penyengat kita
seolah dikelilingi nuansa kuning, dan tentu saja destinasi yang paling tersohor
di sini adalah Masjid Sultan Riau yang sering juga disebut Mesjid Penyengat.
Mesjid ini salah satu kebanggaan bangsa Melayu yang dibangun atas prakarsa Raja
Abdurrahman (Yang Dipertuan Muda Riau VII) pada 1 Syawal 1249 H (1832 M). Konon
mesjid ini dibangun menggunakan putih telur sebagai perekat dan kuning telur
dalam catnya.
Kunjungan ke mesjid ini sangat penting bagi mereka
yang ingin mengagumi kebudayaan Melayu. Di sini masih tersimpan kitab-kitab
kuno serta yang paling menarik adalah kitab Alquran tulisan tangan. Kemegahan
mesjid kuning yang menjadi ikon pulau Penyengat ini sudah terlihat dari pantai
Tanjungpinang.
Wilayah kepulauan Riau pada masa lalu adalah salah
satu perairan yang penting dalam lalu lintas perdagangan internasional. Banyak
pedagang dari berbagai negera, tidak hanya Asia, tetapi juga Timur Tengah dan
Eropa, yang singgah ke pulau Penyengat untuk mengisi persediaan air tawar.
Pulau mungil berukuran 2.500 x 750 meter ini dapat
dikelilingi dalam waktu 1 jam dengan becak motor (bemor) yang merupakan
fasilitas pariwisata yang tersedia di sana. Tarif naik bemor Rp 25.000 per jam membawa
kita ke obyek-obyek wisata seperti Makam Engku Putri Raja Hamidah, Makam Raja
Haji Fisabillilah, Makam Raja Jakfar, Makam Raja Abdurrahman, dan Balai Adat
Indra Perkasa. Pada dinding Balai Adat ini kita dapat melihat teks lengkap
Gurindam Dua Belas serta foto tokoh-tokoh Melayu di masa lalu termasuk yang
turut berjuang melawan VOC. Kunjungan yang singkat ke pulau mungil ini adalah
kunjungan yang padat dan kaya dengan budaya dan sejarah.
Tanjungpinang
Ibukota propinsi Kepri ini tak kalah menariknya dan penting
untuk dikunjungi. Di sini kita dapat melihat pembauran budaya Melayu dan
Tionghoa yang kental. Anak-anak mengenakan seragam sekolah khas Melayu dan
encim-encim berbahasa Hokkian adalah pemandangan sehari-hari. Mesjid yang agung
berpadu dengan wihara nan megah juga tak jarang ditemui.
Karena masih serumpun dengan Malaysia dan Singapura,
maka budaya dan kuliner di sini mirip dengan kedua negara tetangga itu. Bahkan
istilah yang digunakan untuk teh dan kopi sama dengan di negara jiran. Misalnya
ada istilah teh O dan kopi O, teh Obeng, dan teh tarik tentunya. Di sini dapat
ditemui kopi dan teh tarik otentik yang rasanya sama seperti di Malaysia atau
Singapura.
Karena itu kunjungan ke Akau Potong Lembu adalah
keharusan. Ini adalah pusat kuliner terlama dan terbesar di Tanjungpinang,
letaknya di jalan Potong Lembu. Tempat ini adalah hawker center yang menyediakan berbagai pilihan makanan (sebagian
besar makanan khas Bintan), suasananya mirip pusat kuliner yang ada di
Singapura.
Yang wajib dicoba di sini menurut saya adalah siput
Gonggong, otak-otak, sop ikan dan teh tarik. Siput gonggong jarang ditemui di
tempat-tempat lain, sementara otak-otak juga merupakan salah satu kuliner khas
Bintan, terdiri dari berbagai pilihan bahan dari ikan, udang, dan sotong. Dalam
perjalanan dari Tanjungpinang ke Pantai Trikora kami juga beruntung menemui
penjual durian di sepanjang jalan.
Trip ini menjadi begitu lengkap dan kaya:
pemandangan alam, wisata budaya dan sejarah, serta wisata kuliner. Negeri
Gurindam ini memang menawan. Hati-hati Anda akan tersengat pesonanya.
jadi kangen makanan otentik tanjung pinang... roti prata, teh tarik, otak-otak, sate berhalia, roti jala. Belum kesampean makan nasi lemak otentik sih
ReplyDeletesemua yang otentik memang paling oke.... Thanks untuk komennya dan selamat utk komunitas Jakarta otentik. And Nice blog you got too...
Delete