Weekend Getaway: Kawah Ijen

Panorama Kawah Ijen

I miss this kind of trip: mendadak, just over the weekend, tidak perlu cuti, tidak mahal, bahkan sometimes tidak tidur saking short trip-nya. A bit crazy too kalau Anda baca terus cerita ini.

Salah satu weekend pas bulan puasa tahun 2013, tim kami berkumpul lagi bersama si Ijo yang pernah membawa kami ke Bromo dan Ranu Kumbolo serta perjalanan pantai Selatan.

Kami terbang dari Jakarta ke Surabaya hari Jumat malam. Di sana teman kami sudah menjemput bersama si Ijo. Sekitar tengah malam perjalanan dimulai dari bandara Surabaya, melewati Paiton menuju jalur Pantura, ke arah Banyuwangi via Situbondo. Di sana tertulis Banyuwangi 254 km, Bromo 81 km.

Pukul 3 pagi kami mampir di sebuah warung dekat Pantai Pasir Putih Situbondo, warung tepi pantai yang buka jam segini. Ngantuk terutama, bukan lapar, yang mengharuskan kami singgah, terutama untuk sang sopir. Kami pun minta sesuatu yang hangat-hangat, dan kebetulan pemilik warung bisa membuatkan rawon buat kami di tengah malam itu.

Malam itu kami menumpang beristirahat di warung tersebut. Pak sopir kami sudah tidur lelap dengan segera. Kami cewek-cewek masih struggling dengan tempat yang bisa buat rebahan di warung sederhana itu. Yah mau gimana lagi, kami pun berseloroh. Kayaknya tidur di mana aja kita udah pernah. Tidur di airport mungkin udah gak ada apa-apanya, di pinggir pantai di sebuah pondok terbuka waktu di Drini, di warung orang dan dilewatin kucing pun sudah pernah!

Saya gak bisa tidur, pukul 6 kami sudah bangkit dan menuju Pantai Pasir Putih untuk foto-foto. Pantai Pasir Putih adalah salah satu obyek pariwisata di Situbondo, yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan dari Surabaya. Letaknya strategis di jalur Pantura antara Surabaya dan Banyuwangi. Pagi itu pantai masih sangat sepi, belum terlihat banyak aktivitas.

Setelah itu perjalanan dilanjut, namun tak lama kemudian si Ijo mogok. Kami menunggu teman kami menelepon mekanik. Sambil menunggu mekanik datang tersebut saya malah terlelap di jok belakang mobil jeep. Serasa tidur di resort dengan jendela yang menghadap pantai.

Taman Nasional Baluran

Sekitar jam 8 mekanik datang. Enak juga di sini pun bisa menemukan mekanik handal yang bisa mengatasi Land Cruiser tahun 80-an itu. Sekitar jam 11 kami tiba di Taman Nasional Baluran.


Harian Kompas pernah menyebut tempat ini Africa van Java. 40% wilayah taman nasional ini terdiri dari savanna, dan iklim-nya cenderung kering. Ketika kami ke sana, cuaca sangat panas dan langit biru sangat cerah. Pemandangan yang dilihat teramat indah dengan background gunung api yang sudah tidak aktif lagi, gunung Baluran (1,247 m).


Terdapat 444 jenis spesies tanaman di taman nasional ini serta 26 jenis mamalia. Kami beruntung melihat banteng dari kejauhan serta banyak rusa Jawa. Pukul 12.30 kami meninggalkan Baluran dan melanjutkan ke Banyuwangi. Kami makan siang di pantai Banyuwangi sekitar pukul 14.00. Dari pantai ini kita bisa melihat pulau Bali.





Sekitar pukul 15.30 kami jalan dari Banyuwangi menuju Kawah Ijen. Pukul 17.00 mendekati Paltuding kabut sangat tebal sampai tak bisa melihat jalan. Teman saya yang baru beli Samsung Galaxy S4 terbaru waktu itu mencoba melihat melalui kamera HP-nya agar bisa melihat lebih jelas di tengah kabut tebal.




The magnificent Kawah Ijen

Kami tiba di Paltuding pukul 18.00an. Syukurlah telah berhasil melalui kabut tebal. Sesampai di sana masih misty afternoon menjelang malam. Kami makan indomie di sebuah warung. Kami juga memesan salah satu guesthouse/pondok di sana yang disediakan untuk pengunjung sebelum trekking ke Kawah Ijen. Saat itu cukup dingin dan gelap (listrik sangat minimal). Kami mencoba tidur sekitar pukul 20.00.

Trekking ke Kawah Ijen biasanya dilakukan pada tengah malam. Karena ingin melihat blue fire biasanya pukul 3 pagi. Trekking sekitar 2 jam untuk mencapai kawah, lalu dibutuhkan 45 menit lagi untuk turun ke tempat Blue Fire. Di sini medannya agak sulit, apalagi gelap dan bebatuannya tidak rata.

Kawah Ijen terletak di sebelah barat Gunung Merapi, tingginya 2,799 m. Jadi cukup dingin di sini. Di atas kawah ada sebuah danau kawah berwarna turquoise yang indah, di sekitar sinilah tempat penambangan sulfur/belerang. Ini salah satu fenomena yang sering ditulis ketika orang-orang mengunjungi Kawah Ijen. Para pekerja yang mendapatkan upah sekitar 50,000 – 75,000 per hari untuk mengambil belerang dari kawah dan membawahnya ke Paltuding untuk mendapatkan upah.

Penambang Belerang Kawah Ijen

Sewaktu kami datang upah untuk 1 kg Rp 780. Dalam sekali pikul bisa membawa 70-90 Kg. Satu hari bisa 2-3 kali bolak-balik. Kami sempat melihat tempat penimbangan belerang di sini. Belerang yang berwarna kuning itu terlihat ringan, tapi coba deh kamu angkat.. lebih berat dari batu.

Menjelang sunrise kami duduk di sebuah tempat tak jauh dari danau, di puncak gunung di mana kita bisa melihat pemandangan lembah di bawahnya. Di sini kami menunggu matahari muncul dari tempat tidurnya. Saya tertidur sambil duduk di atas puncak gunung. Untung tidak menggelinding ke bawah.

It was magnificent. Saat mulai terang, kami melihat pemandangan landscape Kawah Ijen yang luas, yang satu-satu mulai terlihat kecantikannya. Beberapa turis asing bertemu dan menyapa kami di sini. Di antaranya dari Perancis, mereka menuturkan tentang betapa hebatnya tempat ini serta mereka melihatnya di televisi di negara mereka.

salah satu pemandangan waktu trekking Kawah Ijen

Sekitar jam 6 kami trekking turun kembali. Tiba kembali di Paltuding pukul 9. Satu jam kemudian kami meninggalkan Paltuding. Kami lewat Bondowoso, untuk menuju Sidoarjo.

Tiba di Sidoarjo sekitar pukul 16.00. Kami mencari rujak cingur yang terkenal di Tanggulangin. Dan ternyata setiba di sana ternyata tutup, karena bulan puasa. Dan di situlah si Ijo mogok lagi. Sekarang masalahnya kopling masuk angin. Dan yang luar biasa, kebetulan mobil itu mogok di depan rumah seorang pemilik bengkel alias montir. Setelah dibenerin montir tersebut, si Ijo pun jalan lagi.

Kami mampir beli oleh-oleh di Sidoarjo ketika si Ijo ngadat lagi. Akhirnya kami singgah di tempat makan rujak cingur yang terletak di pinggir jalan, di tempat yang pernah kami singgahi persis pada bulan puasa tahun sebelumnya. Karena mobil masih tersendat-sendat/belum lancar, teman kami memutuskan untuk mampir di sini sambil mencari solusi.

Di sana sudah tidak jauh dari Bandara Sidoarjo (Surabaya). Tanpa terasa tiba sudah saatnya kami mengakhiri trip dan berpisah. Sejak itu lama kami tidak bertemu lagi dengan si Ijo…


Comments

Popular Posts