Sunset in the rear view mirror (by: Duo)
Seperti bertemu teman lama yang sudah lama tidak bertemu,
lalu ketika bertemu lagi teman baru itu berubah menjadi jauh lebih cantik dan
menarik dibanding dulu, itulah yang kurasakan ketika mengunjungi kota Surabaya
baru-baru ini. Kali ini perjalanan dari Jakarta ke Surabaya ditempuh dengan
road trip alias perjalanan darat, menempuh jarak sekitar 785 km, dan melewati
tujuh ruas tol Trans Jawa yang masih terbilang baru.
Tujuh ruas tol Trans Jawa yang diresmikan presiden Jokowi
pada tanggal 20 Desember 2018 itu adalah tol Pemalang-Batang (34 km), tol
Batang-Semarang (75 km), tol Semarang-Solo (33 km), tol Ngawi-Kertosono (38
km), tol Kertosono-Mojokerto (1 km), tol Porong-Gempol (6 km) dan tol
Gempol-Pasuruan (14 km). Walaupun terdapat 7 ruas tol dengan nama
masing-masing, pada waktu kita melewatinya, kita tidak terlalu sadar akan
perbedaan ruas-ruas ini kecuali diinfokan oleh Google Maps. Dengan petunjuk
dari Google Maps, kami berhasil menempuh jarak Jakarta-Surabaya dalam waktu
sekitar 12 jam, dan biaya tol sekali perjalanan sekitar Rp 600.000. Detail
perjalanan akan saya ceritakan berikutnya.
Kembali pada “si cantik” Surabaya yang saya ceritakan di
atas, sebelumnya saya sudah beberapa kali ke Surabaya, tapi memang tidak pernah
menjadikan Surabaya sebagai tujuan wisata, namun hanya untuk transit, misalnya
untuk ke Malang, Batu, Bromo, atau ke Banyuwangi. Selain itu juga visit
Surabaya untuk keperluan bisnis sehingga tidak sempat terlalu memperhatikan kecantikannya.
Atau memang ia belum begitu bersolek, sehingga belum terlalu menonjol
keindahannya. Dalam kunjungan kali ini terasa banget, Surabaya itu bagus.
Banyak taman yang dibuat dengan serius, sehingga tampak
asri. Jembatan-jembatan yang membelah sungai dihias dengan lampu-lampu maupun
dekorasi lainnya. Di sepanjang jalan terlihat rapi dan asri. Bahkan Surabaya
sudah tidak sepanas dulu lagi. Lalu lintasnya pun tertib dan tidak macet.
Ditambah dukungan kulinernya yang enak-enak banget, rupanya tidak rugi menempuh
road trip 10-12 jam untuk mengunjungi kota ini.
Kami berangkat pada tanggal 14 September yang lalu dengan
menggunakan Nissan Livina. Kami berangkat pukul 08.00 dari daerah Sentul Bogor.
Karena membawa anak kecil berusia 4 tahun, kami cukup banyak berhenti di rest area.
Apabila tidak banyak berhenti maka mungkin dalam waktu 10 jam sudah sampai
Surabaya.
Dalam perjalanan ke Surabaya kami mampir makan sate di
Tegal. Katanya sate di Tegal ini terkenal banget, karena itu harus dicoba.
Penelusuran di Google membawa kami memilih sebuah warung sate special kambing
muda bernama Sari Mendo di Tegal. Satenya cukup enak, dagingnya empuk,
sayangnya komposisi gajihnya terlalu banyak, sehingga untuk yang tidak menyukai
gajih seperti saya, kenikmatannya jadi berkurang.
Di sini teh pocinya enak banget. Campuran teh dan gula
batunya pas, rasa tehnya jadi pas, antara pahit teh dan manis gula takarannya
pas. Jadi ingat filosofi minum teh poci, yaitu teh poci tidak boleh diaduk.
Biarkan gula batu mencair pada saatnya sehingga rasa manis akan datang dengan
sendirinya, tidak perlu diburu-buru. Ketika pertama minum, mungkin rasanya
masih dominan pahit, namun perlahan-lahan rasa manis mulai datang. Seperti
kehidupan ini, mungkin juga perlu bersakit-sakit dahulu, baru bersenang-senang
kemudian.
Dari Tegal perjalanan dilanjutkan, masuk lagi ke tol Trans
Jawa. Ternyata masih agak jauh ya sebelum mencapai Semarang. Kami bergantian
mengemudi agar tidak terlalu lelah. Bila sudah mengemudi dua jam pastinya
kondisi pengemudi mulai agak lelah dan konsentrasi menurun karena itu adalah
gagasan yang baik untuk ganti pengemudi setiap 2-3 jam.
Setelah beberapa kali stops di rest area, untuk gantian pengemudi
dan ke toilet, kami tiba di Surabaya sekitar pukul 20.30. Di sini tempat
singgah pertama adalah toko oleh-oleh karena salah seorang teman harus kembali
ke Jakarta keesokan paginya menggunakan pesawat. Setelah puas memborong
oleh-oleh di toko oleh-oleh yang tutup pukul 21.00 tersebut, kami pun mencari
rumah makan untuk makan malam (yang terlambat). Syukur beribu syukur, ternyata
salah satu dari list makanan Surabaya yang direkomendasikan, yaitu Soto
Lamongan Cak Har, buka 24 jam. Kami pun menuju ke sana.
Dalam waktu singkat semangkok soto yang lezat telah tersedia
di atas meja makan. Syukurlah karena kami sudah lapar berat, merupakan pilihan
yang tepat untuk makan soto karena termasuk “very fast food”, tinggal menyendok
saja dan menyediakan di mangkok kita.
Soto lamongan ini enak banget. Rasanya fresh, segar, dan
ditambah kremesan yang membuatnya semakin gurih. Anda bisa memilih soto campur
atau pisah (nasi dan sotonya). Kami pun menutup hari itu dan tidur dengan perut
yang bahagia.
Day 2: Surabaya
Keesokan harinya kami punya waktu satu hari untuk menjelajah “teman lama yang berubah menjadi cantik,” kami menelusuri beberapa tempat seperti daerah Tunjungan sampai ke pelabuhan (Surabaya North Quay). Tapi paling banyak yang kami lakukan adalah melompat dari satu tempat makan ke tempat makan lainnya.
Untuk persinggahan makan siang kami memilih Rawon Setan di
jalan Embong Malang. Pilihan ini juga sangat tepat mengingat rasa sop hitam ini
sangat otentik. Ditambah telor asin yang enak, membuat rawon ini juara banget.
Jangan terkecoh dengan istilah “setan” yang membuat teman-teman pada khawatir
akan kepedasan makanan ini. Ternyata begitu kami tanyakan, petugasnya malah
bilang “Tidak ada yang pedas di sini. Sambelnya terpisah.”
Kelezatan rawon setan ini adalah yang kami perlukan untuk
menghibur teman kami yang baru saja distop polisi dalam perjalanan ke Rawon
Setan. Ternyata ada marka jalan yang tidak kami perhatikan. Apabila ada garis
lurus (bukan putus-putus) maka kita tidak boleh pindah jalur. Ini hal baru yang
kami pelajari di Surabaya.
Dari Rawon Setan kami lanjut makan es krim di Zangrandi,
toko es krim yang sudah ada sejak tahun 1930. Tempat ini mengingatkan saya pada
es krim Ragusa di Pecenongan, akan tetapi menurut saya masih enakan Ragusa. Untuk makan malam kami memilih Bebek Sinjay. Bebek ini juga
enak dan saya suka sambel mangganya yang segar.
Makanan, kecantikan kota, dan persahabatan, itulah intisari
trip Surabaya ini. Di antara kuliner yang saya ceritakan di atas terdapat juga
kebersamaan, dengan keluarga dan sahabat. Obrolan seru antara sahabat yang
telah saling mengenal selama 25 tahun, hingga malam mulai larut dan badan pun
mulai meminta untuk beristirahat.
Day 3: Road Trip Surabaya-Jakarta
Keesokan paginya tibalah saatnya untuk pulang. Kami berangkat sepagi mungkin yang kami bisa, yaitu pukul 08 pagi. (cukup siang mungkin ya untuk ukuran orang-orang yang bangun pagi). Perjalanan pulang berbeda dengan perjalanan pergi, dalam hal kalau pergi kita dari barat menuju timur. Nah kalau pulang, dari timur menuju ke arah barat. Ini berarti, sepanjang perjalanan kita sepertinya menghadap matahari, rasanya lebih panas dan silau daripada saat perjalanan pergi.
Dalam perjalanan yang panjang ini, pemandangan yang dapat
dilihat cukup menghibur. Tidak seperti kata orang-orang bahwa mengemudi di tol
ini bisa ngantuk karena lurus terus, saya cukup terhibur dengan pemandangan
yang disuguhkan dalam perjalanan ini. Ada siluet gunung di kejauhan, ada sawah,
ada pohon-pohon kurus yang kering, dan kami juga mendapat bonus sunset.
Yang paling menyenangkan dalam perjalanan ini adalah hampir
tidak ada macet. Kemacetan hanya terjadi di jalur Jakarta-Cikampek, selebihnya lancar
jaya. Pada ruas-ruas tol yang panjang dan kosong, kecepatan bisa mencapai 120
km/jam, atau bahkan 140 km/jam. Namun hati-hati karena di beberapa tempat ada
batas kecepatan dan dimonitor dengan CCTV.
Jalan yang lowong, panjang, masih baru, melewati pegunungan, sedikit mengingatkan teman saya akan road trip di USA. Teman saya yang baru pulang dari Amerika berkata berulang-ulang, Indonesia bagus ya.. Indonesia sudah tidak kalah lagi, road trip di sini sudah seperti road trip di negara-negara maju.
Jalan yang lowong, panjang, masih baru, melewati pegunungan, sedikit mengingatkan teman saya akan road trip di USA. Teman saya yang baru pulang dari Amerika berkata berulang-ulang, Indonesia bagus ya.. Indonesia sudah tidak kalah lagi, road trip di sini sudah seperti road trip di negara-negara maju.
Dalam perjalanan pulang ini kami mampir di Semarang untuk
makan siang. Kami memilih Soto Kudus Mbak Lin. Soto ini sesuai kriteria yang
pernah disebutkan oleh teman saya, yaitu makanannya gak banyak pilihan, hanya
satu. Itu berarti specialty dia. Ini yang kami pelajari di Soto Lamongan Cak
Har maupun di Rawon Setan, gak pake menu. Pilihan makanannya cuman satu: soto
lamongan. Atau rawon. Itu most likely enak. Dan ternyata soto kudus ini juga enak
banget.
Dalam perjalanan pulang ini juga jangan lupa mampir di Rest
Area 260 yang keren banget. Rest area ini adalah bekas pabrik gula yang disulap
menjadi rest area kekinian, lokasinya sekitar Brebes.
Sama halnya dengan perjalanan pergi, dalam perjalanan pulang
pun kami mampir beberapa kali, sehingga total waktu perjalanan sekitar 12 jam.
Road trip yang sangat berkesan dan refreshing. Terima kasih sahabat-sahabatku.
Thanks for sharing..
ReplyDelete