Catper Timor Overland Juni 2023 Day 5: PLBN Wini, Oecusse, Bukit Tuamese, Teluk Gurita, Atambua

Dalam trip ini kita sudah dipesankan sebelumnya, agar membawa paspor bagi yang ingin mendapatkan cap di imigrasi Timor Leste, karena kita akan mengunjungi beberapa Pos Lintas Batas Negara (PLBN), yaitu pos perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. 

PLBN merupakan tempat pemeriksaan dan pelayanan keluar masuk orang dan barang dari dan keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. PLBN merupakan peningkatan fungsi dari pos yang ada sebelumnya, pembangunan PLBN Terpadu diawali perintah Presiden Joko Widodo yang memerintahkan bangunan pos baru yang harus lebih baik dibanding milik negara tetangga. Saat ini terdapat 18 PLBN Terpadu di Indonesia, yaitu perbatasan Indonesia-Malaysia di pulau Kalimantan dan Kepulauan Riau, Indonesia-Timor Leste di pulau Timor NTT, dan Indonesia-Papua Nugini di Papua. Di NTT sendiri terdapat 4 PLBN yakni PLBN Napan, PLBN Wini, PLBN Motaain, dan PLBN Motamasin. Dua yang pertama berbatasan dengan Oecusse, wilayah enclave Timor Leste.


Dari hotel Victory Kefamenanu kami menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam untuk mencapai PLBN Wini. Tiba di sana sekitar pukul 10.30 WITA. Karena ada perbedaan waktu 1 jam antara Timor Leste dengan Indonesia bagian Tengah, maka Tiles sudah pukul 11.30. Sebentar lagi petugas imigrasi akan break. Karena itu kami pun buru-buru. Ternyata proses imigrasi cukup lama, di border Indonesia kami harus mengisi departure card, dengan scan QR code. Lalu di imigrasi Timor Leste harus mengisi arrival card dan mengantri juga di loket imigrasi. Alhasil, ketika kami masuk ke wilayah Timor Leste, sudah pukul 12.00. Para petugas break dan baru buka kembali pukul 14.00. Yang tadinya rencana kami hanya mendapatkan cap di paspor saja, tiba-tiba mendapatkan waktu kosong selama 2 jam. Apa yang harus dilakukan di tempat yang asing ini? Selangkah dari kantor imigrasi Timor Leste, tampak sebuah jalan yang sepi, hanya ada beberapa warung dan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan.


Oecusse


Kami mampir di sebuah warung yang menjual macam-macam minuman. Terdapat beberapa brand dari Indonesia seperti bir Bintang, tetapi banyak juga brand minuman lokal. Mata uang yang digunakan adalah US Dollar. Di sebelah warung ini ada rumah penduduk, kebetulan seorang mama-mama sedang berdiri di depan rumah, jadi kami pun mengajaknya mengobrol. Ternyata ia adalah orang Indonesia, suaminya orang Timor Leste, jadi sering bolak-balik. Di dompetnya terdapat setidaknya tiga mata uang: Rupiah, uang Timor Leste, dan US Dollar. Kami menukar sekitar 20 US Dollar dengannya, cukup untuk menyewa angkot keliling untuk menghabiskan waktu. 


Sebuah angkot merah pas memuat kami ber-13. Untung saja Nuno, guide kami, membawa paspor, jadi dia bisa ikut bersama kami. Bahasa Timor dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan supir angkot. Untuk keliling sekitar 1,5 jam, kami membayar 20 US Dollar. Kami dibawa berkeliling di Pante Macassar, ibukota distrik Oecusse. Selalu kami tanyakan, di mana pusat kotanya? Dan sopirnya menjawab: di sini sudah pusat kota.. Dalam hati kami, kok sepi amat ya? Kami melewati airport Oecusse yang tampak sepi, mungkin tidak setiap jam ada penerbangan. Kami melewati pantai dan sempat turun berfoto-foto di pantai yang di pinggirnya ditumbuhi pohon-pohon kom. Kami juga mampir di Jardin, sebuah taman makam di pinggir pantai yang cantik dengan pohon-pohon yang besar dan rindang. Tanpa terasa sudah hampir jam 14 waktu Timor Leste, saatnya kami kembali ke imigrasi. Kami tidak bisa berlama-lama karena selain harus patuh pada itinerary, ada juga seorang teman yang tidak membawa paspor yang masih menunggu di PLBN Wini. 



View ketika melewati imigrasi di PLBN Wini dan memasuki wilayah Oecusse.

Warung dekat perbatasan Oecusse.

Salah satu jenis angkot selain angkot yang kami gunakan di Oecusse.


Angkot yang kami tumpangi di Oecuse.


Sebuah pantai dengan deretan pohon kom di Oecusse.


Sebuah tempat yang disebut Jardin, di Oecusse. 

Setelah beres melewati imigrasi, kami lanjut ke Pantai Wini yang hanya berjarak 3 menit dari PLBN Wini. Kami makan siang di pantai ini. Saya gembira karena mendapat nasi box dengan ikan kombong (sejenis ikan kembung). Sepanjang perjalanan saya banyak melihat orang menjual ikan yang diletakkan di sebuah meja di depan rumah mereka. Ikan-ikannya tampak segar, tanpa es ataupun cooler box. Jadi saya berpikir, pasti ikan di sini enak-enak, tidak perlu harus ke resto, beli nasi box pun bisa mendapatkan ikan segar. 


Bukit Tuamese


Dari Pantai Wini kami lanjut ke Bukit Tuamese. Perjalanan ke sini melewati pemandangan perbukitan dan pantai yang indah. Bukit Tuamese terletak di desa Tuamese, kecamatan Biboki Anleu, kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), di antara kota Kefamenanu dan kota Atambua. Banyak yang menyebut Bukit Tuamese Raja Ampat-nya NTT, tapi menurut kami lebih mirip Pulau Padar di TN Komodo. 


Setelah menaiki anak tangga sekitar 5 menit, kita tiba di bukit tempat berfoto untuk mendapatkan foto-foto mirip Pulau Padar tersebut. Bila kita memandang ke sisi lain dari view mirip Pulau Padar tersebut, terhamparlah ribuan pohon lontar di bawah. Pohon lontar sangat lekat dengan kehidupan orang Timor. Disebut pohon kehidupan, salah satu kekayaan alam Pulau Timor ini banyak kegunaannya. Batangnya dapat digunakan untuk material perumahan seperti untuk dinding rumah dan sebagainya; daunnya untuk atap; buahnya untuk nira yang diolah menjadi gula atau minuman serta makanan.


Salah satu spot berfoto di Bukit Tuamese.

Hamparan pohon-pohon lontar di bawah bukit Tuamese.



Sekitar pukul 4 sore kami bertolak lagi ke destinasi berikutnya, yaitu Teluk Gurita di Atambua. Satu jam kemudian, sekitar pukul 5 sore kami tiba di Patung Bunda Maria Pelindung Segala Bangsa. Patung Bunda Maria yang baru selesai dibangun ini merupakan yang tertinggi di NTT. 

Dikutip dari website MyTrip, Patung Bunda Maria ini tingginya mencapai 32 m, sedangkan pondasi yang berupa kapela di bawahnya setinggi 9 m. Jad total ketinggiannya 41 m. Lebih tinggi dari Patung Maria di Kabupaten Sikka, Flores, NTT yang total ketinggiannya 28 m. Jadi patung ini Patung Maria tertinggi di NTT. Tapi secara total masih sedikit kalah tinggi dari Patung Bunda Maria di Ambarawa Jawa Tengah, yang total tinggi patung dan penopangnya 42 m.


Patung Bunda Maria Pelindung Segala Bangsa, Teluk Gurita, Atambua. 



Menjelang pukul 6 sore, seorang teman kami berinisiatif untuk melakukan doa Angelus (Doa Malaikat Tuhan). Doa yang cukup populer di kalangan umat Katolik ini biasa didoakan sehari tiga kali, yakni jam 6 pagi, 12, dan 6 sore. Karena rombongan kami multi-religion, kami yang beragama Katolik minta ijin berdoa sekitar 5 menit, dan mereka mengabulkannya. Sebelum tiba pukul enam, kami menyiapkan hati dulu dengan menyanyikan lagu “Ya Namamu Maria.” Ketika pas pukul 6 sore kami pun mulai berdoa diikuti beberapa penduduk lokal yang kebetulan berkunjung. 


Selesai berdoa kami pun meninggalkan lokasi tersebut dan melanjutkan perjalanan ke kota Atambua. Tiba di Atambua, saatnya pas untuk makan malam. Kami diajak ke Restoran Seafood Pak No sebelum check in di Hotel Kingstar Atambua.


(Bersambung) 


Baca juga: 


Catper Timor Overland Juni 2023 Day 1: Jakarta – Kupang – Soe


Catper Timor Overland Juni 2023 Day 2: Fatu Ulan, Desa Boti, Soe


Catper Timor Overland Juni 2023 Day 3: Fatumnasi, Padang Satu Gunung Mutis, Hutan Bonsai, Tunua, Fatu Nausus


Catper Timor Overland Juni 2023 Day 4: Kefamenanu, Gereja Del Piero, Desa Tualeu, PLBN Napan


Tulisan berikutnya: 


Catper Timor Overland Juni 2023 Day 6,7,8: Fulan Fehan, Atambua, Kupang


Comments

Popular Posts